Home | Parenting | Finance | Health | Personal | Tips | Travelling | Review |
facebook Instagram pinterest twitter

rizqillah zaen



Innalillahi wainna ilaihi rojiun…

Kabar duka itu saya lihat di twitter pagi ini. Prie GS meninggal dunia. Sosok yang selama ini saya kagumi. Tulisan tulisannya selalu ngena di hati. Sederhana, tapi berkelas.

Tiga tahun lalu, saya buka lagi DM Instagram. Pakde memberikan tanda love di ig story yang saya unggah. Malam itu, saya seperti bertemu sosok almarhum bapak. Entah kenapa. Saat itu pakde sedang live di Instagram. Menjawab pertanyaan pertanyaan remeh dari follower sembari memainkan piano tuanya.

Malam itu, sembari makan nasgor, saya request lagu ayah ciptaan Ebit. Permintaan itu diterima. Pakde memainkan lagu ayah. Meskipun hanya intro, rasanya sudah senang betul saya. Seperti ngobrol dengan almarhum bapak.

Saya tak ingat betul kapan mulai mengenal sosok pak Prie. Tulisan-tulisannya selalu membuat saya dekat. Seperti ngobrol berdua di beranda teras ditemani secangkir teh hangat. Gayeng, tak pernah menggurui, tapi penuh arti.

Obrolannya lewat sosial media juga selalu menentramkan. Saya sempat terbahak membaca cerita kegalauannya saat melihat belahan pantat perempuan muda di bandara. Hanya di tangan pakde, cerita itu sungguh segar. Kebimbangannya atas apa yang dilihat, ditulis gamblang.

Hanya prie GS yang bisa mengungkapkannya lewat tulisan.

Atau saat anak lelakinya tak lulus tes pembuatan SIM. Entah sudah berapa kali si anak mencoba dan tak lulus. Jangankan kepincut buat ‘potong kompas’, pakde justru membuatnya menjadi guyonan segar.

Lewat tulisannya yang ringan tapi berbobot, dia berhasil membawa saya ke duniannya. Dunia yang tidak biasa. Sederhana, lucu, tak berjarak.

Pituturnya tak pernah menggurui, mendengarnya di radio saat itu, seperti mendengar almarhum bapak. Versi lebih pendek hahaha.. (ngapunten pakde)

Pak Prie seringkali mengatai diri sendiri. Fisiknya yang tak seperti kebanyakan normal laki-laki istimewa, tak lantas membuatnya berduka. Pendek, dan tampang yang tak ganteng-ganteng amat. Begitu kiranya. Ah pakde…

Selamat jalan pakde, entah, doa apa yang harus kupanjatkan. Mendengar kabar jenengan kapundut, seperti kehilangan bapak untuk kedua kalinya.

Al fatikhah….



Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Kapan terakhir kali belajar bahasa inggris? Saya, 15 tahun lalu. Saat mengambil kuliah sastra inggris di Universitas Brawijaya Malang. Hanya bertahan 1 tahun karena ingin mengejar jurusan lain yang jadi cita-cita sebelumnya. Keluarlah saya dari jurusan itu. Lalu ikut tes SPMB lagi dan diterima di jurusan HI.  

Singkat cerita, sampailah saya di fase, menjadi ibu rumah tangga. Dengan segala keruwetan dan problematikanya. Bahasa inggris menjadi bahasa kesekian dalam kehidupan sehari-hari. Jarang sekali digunakan. Sesekali hanya menulis quote di beberapa unggahan blog. Itupun tak banyak. 

Suatu kali, entah kenapa saya gercep melihat pengumuman pembukaan short course di grup wa Indonesia Social Blogger (ISB). Teh Ani, founder ISB memberikan informasi tentang short course di The British Institute (TBI) untuk para blogger. Pesertanya terbatas. Hanya 10 orang saja. Tanpa pikir panjang, saya pun mengajukan diri untuk ikut. 


Peserta Short Course TBI


Beruntung, saya mendapat kesempatan untuk ikut short course di TBI Pondok Indah, Jakarta. Siapa sih yang tidak tahu TBI. Tempat kursus bahasa inggris yang didirikan sejak 18 februari 1984 ini adalah satu-satunya institusi pelatihan Bahasa Inggris di Indonesia yang disertifikasi oleh The University of Cambridge English, untuk menjalankan kursus pelatihan CELTA (Certificates in Teaching English to Speakers of Other Languages). Ini menjadikan TBI selalu aktif dalam tren kebutuhan market saat ini serta mengikuti perkembangan terbaru dalam pelatihan guru. 

Metode Belajar 

Pembelajaran dilakukan secara daring via zoom meeting. Short course ini berlangsung selama 3 kali selama 1 minggu. Ternyata, cara belajarnya tidak semenakutkan yang saya bayangkan. Seru dan menyenangkan. Dipandu oleh Miss Sasa sebagai guru kami. Waktu 2 jam berasa kurang. Karena Miss Sasa sangat interaktif, dan lucu. Belajar jadi tidak membosankan meskipun tanpa tatap muka secara langsung. 

Sebelum mulai pembelajaran, peserta diharuskan mengerjakan placement test. Ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan kita terhadap bahasa inggris. Berdasarkan The Global Scale for The Common European Frameworks of Reference atau CEFR, saya berada di level Pre Intermediate A2. 

Hasil placement test short course TBI

Awalnya, saya minder dengan hasil tadi. Level dasar. Apalagi tiap kali pertemuan, kita diharuskan berbicara full bahasa inggris. Tapi, Miss Sasa is my savior. Pembawaannya yang santai, fun dan menggelitik, membuat saya enjoy mengikuti kelasnya. 

Model belajarnya juga tidak monoton. Miss Sasa menggunakan berbagai media. Seperti youtube, screen share, gambar, dan musik. Menyenangkan bukan. Miss Sasa juga sangat piawai membawa suasana. Saat peserta sudah stuck, dia dengan lihai mengubah media pembelajaran jadi lebih greget. Seperti membedah musik atau virtual travelling. Kamipun jadi tergelitik untuk ‘bergosip’ tentang musik dan cita-cita travelling. Ya meskipun sambil terbata bata ngomongnya. Saya aja sih. hehehe. 

Creative Writing 

Di short course TBI, kami juga belajar creative writing. Ini sebenarnya main course-nya. Menulis artikel menarik dalam bahasa inggris. Artikel yang menarik berawal dari judul yang menggoda. Nah, membuat judul yang menggelitik pembaca tidaklah mudah. Blogger luar negeri biasa menggunakan judul seminimal mungkin. Bahkan hanya satu atau dua kata saja. Menurut Miss Sasa, ini justru yang membuat pembaca penasaran, dan berlanjut untuk membaca. 

Untuk melatih kemampuan itu, kita disuruh membuat review virtual travelling di Copenhagen. Melalui kanal youtube, kita disuguhkan suasana kota Copenhagen. Reviewnya tidak panjang. hanya satu paragraf. Berisi 5 sampai 6 kalimat. Tanpa menggunakan kata good, nice, clean atau awesome. Tujuannya, untuk memperkaya kosakata. Agar tidak monoton dan bisa dapet feel-nya. 

Selain itu, kita juga belajar mengamati musik lewat judulnya. Kita disuruh memilih satu judul lagu atau buku atau film favorit. Lalu, mengungkapkan apa isinya. Apakah isinya sesuai seperti bayangan awal atau justru membuka pengetahuan baru. Menurut saya ini metode belajar yang tidak biasa. mengikuti perkembangan terkini sesuai dengan misi TBI. 

Kelas dan Konsultasi Gratis di TBI 

Nah, jika kamu ingin belajar bahasa inggris yang seru dan menyenangkan, TBI sedang membuka kelas dan konsultasi gratis. Ini dilakukan dalam rangka ulang tahun TBI ke 37 tahun. Waktu yang gak singkat bukan untuk menjadi seperti sekarang. Kelas dan konsultasi gratis ini bisa kamu dapatkan mulai tanggal 18 Februari 2021. Kamu bisa memilih kelas dan program-program bahasa inggris yang diinginkan mulai pukul 10.00-20.00. 

Tidak hanya itu, kamu juga bisa melanjutkan pembelajaran dengan acara daring talkshow, webinar dan TOEFL simulasi test pada 19 Februari 2021. Pendaftarannya sudah dibuka. Kamu bisa klik link ini http://bit.ly/TBI37thAnniversary. Selain itu, kamu juga bisa mendapatkan penawaran serta potongan harga yang akan diberikan pada hari tersebut. Seluruh peserta yang ikut juga akan mendapatkan study voucer secara cuma-cuma dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. 

Oiya, ada banyak kelas yang bisa kamu pilih untuk belajar di TBI. Diantaranya, Young Learner English, Global English. Academic English, IELTS & TOEFL preparation, International Exam Practice Test, Professional English, CELTA, Teacher Training, International Exam Test In Conjucton With UTC, Workshop Corporate Class, Private Class, Holiday Program, dan Year End Program. Lengkap kan. 

Kamu juga bisa memilih Bahasa pengantar. Pengajar full 100%, native atau 50% native 50% lokal. Ada banyak cabang TBI, diantaranya di Jakarta (Pondok Indah, Kuningan, Kelapa Gading), Cibubur, Depok Tangerang, Bandung, Malang, dan Bali. Jika sudah memutuskan lokasi tempat belajar, kamu bisa langsung hubungi TBI di 0895 4119 50535, 021 7510020 atau email marketing@tbi.co.id. Websitenya bisa diakses di www.tbi.co.id. 

Mau belajar di TBI cabang mana? Yuk, mumpung ada kesempatan kelas gratis. Bisa belajar secara online pula. Kapan lagi bisa belajar bahasa inggris dengan mentor yang kece dan metode pembelajaran yang menyenangkan. Jadi lebih percaya diri buat ngomong bahasa inggris nih.




Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Imagine, living in a city with gorgeous architecture in every corner. No trash, neat, friendly people. Just like heaven right?! I want to spend the rest of my life with my spouse. Wake up in the morning with a beautiful scenery. Then, just walking or cycling through the city without fear of being hit by a car.

Every corner in this city have a positive energy. I can sit down in every place and snap! I just got an idea for my blog. you don’t have to worry for looking appropriate place for your kids. It was available in every place.

But I think, this place was good for two or three days of vacation. Because I miss violence in my country. Traffic lights, horn, scream of people who don’t want to queue. It makes me alive.


Share
Tweet
Pin
Share
No comments

 

“Mbak kok bisa sih bebikinan gitu?” begitu pertanyaan yang masuk ke DM instagram. Saat itu, saya lagi bikin mainan dari kardus buat anak anak.

Let me tell you a story….

Saya beruntung, sejak kecil, dikelilingi oleh orang-orang kreatif. Barangkali tanpa sengaja membentuk saya sampai hari ini.

Begini awalnya…

“Rizqi, ini kok bisa bikin gini caranya gimana?” tanya salah seorang guru SD saya waktu itu.
Ah, saya ingat betul momen itu. Kelas 3 SD di pelajaran ketrampilan. Bu guru memberi tugas untuk membuat ketrampilan berbahan kain. Saat itu saya membuat tempat jarum pentul. Bahannya dari kain perca. Kebetulan bapak dan ibuk saya punya usaha konveksi. Jadi, tak sulit menemukan kain perca di rumah.

Tapi, pertanyaan itu justru berbuntut gerutuan almarhum bulik saya. Saat itu, bulik tinggal di rumah saya untuk membantu usaha ibuk dan bapak. Kenapa menggerutu? karena ide pembuatan jarum pentul itu dari dia.

“La kok malah gurumu sing njaluk warah (kok malah gurumu yang minta diajarin). Kudune kan ya dia yang ngasih tahu caranya. Lain kali klo ada tugas tapi gak dikasih tahu caranya, gak usah bikin”. Begitu kira-kira omelannya saaat itu. Sayapun bilang iya biar omelannya gak berlanjut. Al fatikhah buat bulik Latif.

Sejak saat itu, justru bulik yang terus ngajarin saya bikin pernik dari kain perca. Saya selalu semangat bikin. Salah satunya taplak meja dari bahan perca yang dibuat serupa rangkaian bunga kecil. Hasil karya itu tak lupa saya pamerkan di sekolah. Guru SD saya waktu itu malah promosi ke guru lainnya. Minta dibikinin taplak meja serupa.

Senang betul saya.

Cerita berlanjut ke mainan kardus. Saat itu, di sekolah sedang hits kotak pensil susun yang punya banyak ruangan rahasia. Bergambar lucu-lucu. Bisa dipakai bolak-balik. Banyak fungsinya. Rautan, tempat penghapus, sampai ada kotak rahasia buat nyimpen koin. Siapa yang sudah punya kotak pensil itu, sudah pasti ortunya kaya.

Nah, karena saya pengin banget punya, tapi belum bisa beli, bikinlah saya dari kardus. Kardus saya potong sesuai pola. Tempel sana sini lalu jadi. Pamerlah saya ke bapak. 

Almarhum bapak bilang

“Apa bedanya tempat pensil ini sama yang beneran beli di toko?” tanya bapak

“………………..” saya pura-pura mikir.

“Kalau yang asli, dipencet otomatis keluar. la kalau ini dipencet tambah masuk” jawabnya tanpa diminta.

Kamipun ngakak berjamaah.

Sejak saat itu, saya selalu senang bikin apapun dari kardus. Tak lupa, saya minta pendapat bapak atau ibuk untuk melengkapi hasil karya. Seperti membuat frame foto dari kardus. Ditambah ornament ranting kayu, biji-bijian, kerang, macam macamlah. Seadanya di rumah.

traktor dari kardus 

Beruntung, saya punya support system yang yahud untuk ini. itu makanya, saya berusaha gak marah kalau rumah berantakan gara-gara anak-anak main apapun. Ya meskipun pernah juga ngomel sih. wajar dong ya kan (tetep cari pembenaran).

Lanjut ke origami.

Mbah saya, adalah mbahnya kreatifitas. Selalu bisa bikin sesuatu dari barang yang ditemui. Contohnya. Daun pisang. Dulu, daun pisang sangat biasa ada di rumah. Buat masak atau sekedar bungkus bumbu dapur. Potongan daun pisang bisa dibuat berbagai macam benda. Seperti uang koin, kalung, ulat-ulatan. Sampai sekarang, saya masih ingat bikinnya.

Lalu ada lagi, bikin boneka dari jarik. Jarik adalah selimut dari kain batik. Saya menyebutnya selimut, karena fungsinya memang buat selimut saat malam hari. Buat si mbah, jarik juga berfungsi sebagai rok span untuk bawahan kebaya. Beliau biasa memakainya sehari hari.

Jarik ini, entah bagaimana cara melipatnya, bisa jadi teddy bear. Sebutan boneka paling hits saat itu. Meskipun tak punya mata dan mulut, tapi jelas bagian inti tubuh yang dibuat. Kepala, tangan dan badan.

Mbah juga bisa membuat pakaian lama tampak baru. Bahasa kerennya sustainable fashion. Saya ingat betul waktu SMP. Celana olahraga saya sudah tidak berbentuk celana panjang. Karena postur tubuh mulai meninggi, sedangkan badan tetap langsing. Jadilah itu celana dipotong sedengkul. Tara… celana pendek baru bisa dipakai buat main di rumah.

Ada lagi. baju balita biasanya cepat gak muat. Baju yang gak bisa masuk itu dipotong bagian pundaknya sama mbah. Lalu ditambahi kancing baju yang dipasang seadanya. Walla… jadilah bajunya bisa masuk. Masih oke dipake.

Begitulah cerita masa kecil saya. dikelilingi oleh orang-orang kreatif. Itu sebabnya, saya suka bebikinan. Mulai dari kardus, origami, atau dari kain perca. Foto dan video bebikinan saya ada di ig saya @rizqillahzaen

Bebikinan itu juga jadi salah satu media healing buat saya. kalau lagi suntuk, sumpek sama rutinitas, saya biasa bebikinan. Sekarang, lagi seneng bikin origami.

Entahlah, kegiatan itu seperti membawa saya ke masa lalu. Masa kanak-kanak. Saat itu, persoalan terbesar dalam hidup cuma pelajaran matematika atau salah gunting pola.

Kalau sudah selesai bebikinan dan lihat hasilnya, rasanya puas. Plong. Tapi, hidup tetap berlanjut. Face it, and be gratefull with that.

Kalau kamu, lagi suka apa bu?






Share
Tweet
Pin
Share
No comments



Judul buku: Desperate Housewife

Penerbit: Boenga Ketjil

Penulis: Ferzah dkk
Tahun terbit: Maret 2020
Tebal: 205 halaman

Pernahkah kamu merasa putus asa? Berpikir bahwa hidupmu paling tidak beruntung di dunia? Merasa gagal? Disepelekan? Atau terpuruk dalam lembah hitam?

"Apa yang membuatmu tak mati akan menguatkanmu"

Begitu kira-kira gambaran keseluruhan dari buku ini. Membaca 200 halaman buku bersampul maroon ini, membuat saya ingin bangkit. Bahkan tanpa perlu jatuh dulu. Ibarat lagu-lagu sang maestro Didi Kempot, yang mengajarkan patah hati tanpa perlu jatuh cinta.

***

Desperate Housewives merupakan buku antologi yang ditulis oleh 11 perempuan hebat dengan berbagai latar belakang. Guru, penulis, wirausaha, jurnalis, ibu rumah tangga, pekerja kantoran, pekerja sosial.

Mereka adalah sekumpulam emak-emak yang punya peran ganda. Sebagai ibu, istri, anak, bahkan ayah dalam satu waktu.

Berisi tentang kisah nyata perjalanan hidup. Ini bukan cerita from zero to hero. Bagi saya, ini adalah kumpulan cerita perjuangan perempuan dengan berbagai peran. Mencintai setiap prosesnya untuk terus menggapai mimpi. Sampai saat inipun saya yakin mereka masih tetap berjuang dengan kadar masing-masing.

Perjalanan 11 perempuan tangguh dengan berbagai latar belakang ini membuat saya paham bahwa kemampuan untuk berjuang itu bisa datang darimana saja. Perjalanan masa lalu, orang-orang yang dicintai, bahkan seseorang yang sudah meninggal pun bisa jadi pelecut semangat untuk maju.

Ah, saya membayangkan, menjadi orang tua perempuan-perempuan hebat ini pastilah tidak mudah. Saya jadi kepikiran, metode parenting seperti apa yang membuat para perempuan ini sebegitu ‘binal’nya melawan keras dunia.

Baca juga: Kapok Belajar Ilmu Parenting?

Menjadi perempuan itu tidak mudah

Terlahir dengan jenis kelamin perempuan tidaklah mudah. Apalagi tumbuh di dunia yang didominasi laki-laki. Meski semakin kesini, perempuan makin terdidik untuk paham posisi, peran dan kemampuannya di segala lini.


Tapi tetep saja, masih ada yang memberi stigma negatif pada perempuan berkarier, tak punya anak, janda, ibu rumah tangga atau memutuskan untuk tidak menikah. Apalagi di daerah. Tidak semua orang bisa dan mau menerima perempuan dengan ‘cela’.

Alasannya bisa berbagai macam. Dogma agama, norma, dan seabrek ‘kepantasan’ yang disematkan kepada perempuan.

Nah, cerita di buku ini mendobrak itu semua. Memotong batas ‘kepantasan’ seorang perempuan.

Ada yang berjuang untuk membangun bisnis, menggapai cita-cita yang tertunda, ada juga yang menjalankan peran ganda sebagai ibu sekaligus ayah, ada yang berulangkali dihantam kenyataan pahit berkeluarga, tapi terus bangkit melawan itu semua.

Baca juga: Tentang Passion Versi IRT

Menjadi perempuan tidak pernah mudah. Selain berjuang untuk diri sendiri, juga kerap kali dijadikan objek panutan yang tak boleh salah. Tak bisa punya cela, dan harus tampak sempurna.

Hah!! Bedebah memang!

11 penulis dengan 11 cerita yang luar biasa. Saya sampai malu sendiri membacanya. Berkaca pada diri sendiri, yang belum ada apa-apanya kalau dibanding kisah emak-emak Desperate Houswivess ini.

Banyak peran, banyak konflik, penuh perjuangan di tiap peran yang diemban. Bahkan, semuanya bisa dilakukan dalam satu waktu. Menjadi ibu, ayah, istri, berkarir, tulang punggung, dan lain sebagainya.

Mereka ini adalah sekumpulan perempuan yang pernah putus asa. Pernah jatuh, pernah berkubang lumpur. Tapi bisa bangkit dengan segala keterbatasan. Bisa berdiri meski tak berkaki. Bisa berteriak meski cuma riak.

Perempuan itu istimewa

Setiap peran yang diberikan pada perempuan tidak akan selesai pada dirinya sendiri. Ia juga berdampak. Pada sekitar. Untuk orang-orang yang membutuhkan. Bahkan saat perempuan-perempuan ini juga memerlukan bantuan. Tapi, begitulah perempuan. Kisahnya tidak berdiri sendiri. Selalu berimbas, sekecil apapun itu.

Setidaknya, itu pesan yang saya baca di buku ini.

Seorang ibu yang juga pegiat rumah baca. Seorang single parent yang berbagi dengan tulisannya. Seorang perempuan yang menemukan jalan hijrahnya. Seorang istri yang sedang merintis usaha sekaligus membantu orang disekitarnya. Seorang perempuan yang mengabdikan diri untuk kegiatan sosial. Ah, kamu musti baca bu.

Meskipun saya bacanya nyicil. Habis dalam dua kali duduk dengan jeda sebulan. Wkwkwk.. harap maklum yes, saya juga emak-emak beranak dua dengan segala drama.

Apa itu Desperate Housewives (DH)?

Desperate Housewives awalnya adalah sebuah komunitas yang barangkali dibentuk karena iseng. Hehehe. Keisengan yang serius ya begini jadinya.

Saya mengenal Desperate Housewives ini dari kawan lama. Seorang senior saat masih menjadi kuli tinta. Ketemu lagi lewat laman facebook. Sama-sama jualan online. Mbak Titik Andriyani. Salah satu penulis buku antologi  ini.

Nah, Desperate Houswivess ini sebenarnya adalah kumpulan kawan seperjuangan mbak Titik. Tapi kemudian berkembang. Siapapun boleh ikut komunitas ini. Termasuk saya, yang masih elok-elok bawang (baru).

Kegiatan awal hanya sharing tulisan pengalaman pribadi di fanpage. Kemudian berkembang ke banyak hal. Seperti penggalangan dana untuk gempa bumi di Palu-Donggala.

Ada juga program Mom’s Time Out. Program ini menyasar ibu-ibu yang kurang mampu. Tak punya waktu untuk sekedar me time. Jeda sejenak dari rutinitas keras yang musti dijalani. DH mengajak ibu yang beruntung untuk jalan-jalan. Menikmati waktu yang sebentar untuk sekedar melepas lelah dari rutinitas.

Ada juga program Belanja Kaget (Blenka). Program ini juga untuk emak-emak kurang mampu seperti janda atau single parent.

Teranyar, ya project bikin buku antologi ini. Sayang, karena miss komunikasi, saya gak bisa nulis di buku ini. wkwkwkw..

Fanspage Desperate Housewive
Dan masih banyak lagi program-program yang akan ditelurkan DH. Cuzz kepoin fanspagenya di facebook.

Kenapa Desperate Housewives?

“Kenapa tidak?!” begitu jawaban di prolog buku ini seperti sudah mengerti bahwa para pembaca akan menanyakan pertanyaan serupa.

Kalau boleh menarik benang merah, para penulis disini punya kisah yang sama. Mereka semua pernah putus asa. Tapi kemudian bangkit menjadi pribadi yang utuh. Mencintai apa yang dikerjakan, menebar kasih sayang, sembari menambal ruang-ruang kosong dalam dirinya, yang mungkin hilang saat berjuang.

Ibu-ibu putus asa ini telah memberikan gambaran bahwa perempuan-perempuan yang sedang berjuang, dimanapun, bagaimanapun kondisinya, tidaklah sendiri. Jutaan perempuan diluar sana juga sedang berjuang.

Ada yang sedang mengumpulkan pundi-pundi rupiah untuk kebutuhan hidup, ada yang tengah mengalahkan ego dengan keluarga suami, ada yang terus memupuk mimpi meski masih terlilit peran menjadi ibu dan istri, ada pula yang berjuang untuk orang-orang terkasih.

Baca juga: Manajemen Amplop Ala IRT

Buku ini mengajarkan kita bahwa putus asa, lelah, hopeless, patah semangat, bahkan hampir sekarat, itu bukan aib. Kita perempuan pernah merasakannya, dengan kadar masing-masing. Membaca buku ini, sekali lagi, membuat saya ingin selalu bangkit, tanpa perlu jatuh lebih dulu.





Share
Tweet
Pin
Share
8 comments

“Mas, kalau mau keluar pakai masker dulu”

“Emangnya kenapa buk?”

“Ya biar gak kena atau nyebarin virus korona”

“Emangnya aku sudah kena?”

“Ya gak gitu maksudnya….#@$%^^%$#@#@”

Obrolan pagi sebelum pergi ke pasar. Biasanya memang mas Zafran ikut ke pasar dekat rumah untuk beli keperluan mingguan. Setiap kahir pekan, saya ke pasar buat belanja kebutuhan dapur. mas Zafran selalu bersemangat ikut. Buat jajan atau naik odong-odong yang biasa mangkal dekat pasar.

Baca juga: Tips Membuat Anak Mau Pakai Masker

Selama masa pandemi covid-19, kebiasaan baru mulai diterapkan. Salah satunya, pakai masker saat harus keluar rumah. Sebelum masuk pasar, semua pengunjung juga musti melewati gerbang sterilisasi.

Situasi tak biasa ini membuat mas Zafran sering bertanya tentang apa yang terjadi. Apalagi saat pintu gerbang perumahan, dipasang baner besar tentang protap kebersihan. Penyemprotan desinfektan seminggu sekali, serta disediakannya tempat cuci tangan di depan rumah.

Memang tidak mudah menjelaskan apa yang sedang terjadi. Karena virus ini sesuatu yang tidak tampak. Tidak bisa dilihat apalagi diraba. Tapi dampaknya berbahaya bagi tubuh.  

Nah, butuh trik khusus untuk menjelaskan kondisi ini sama anak 6 tahun. Meskipun sudah bisa diajak ngobrol dan bisa membaca buku. Tapi, tetap saja rasa ingin tahunya terus bertambah. Penerapan kebijakan pemerintah juga terus berubah. Jadi, penjelasannya pun terus berkembang.

Begini cara saya menjelaskan secara sederhana, apa itu virus covid-19 pada anak usia 6 tahun.

1. Lewat buku

Buku menjadi rujukan pertama untuk menjelaskan covid-19. Saya memang tidak memiliki buku khusus tentang ini. tapi, penjelasan bisa dimulai dari pentingnya menjaga kesehatan. Seperti cuci tangan sebelum makan, atau selepas melakukan kegiatan diluar, mandi 2 kali sehari, makan makanan sehat, serta olahraga dan tidur tepat pada waktunya.

Penjelasan ini bisa diperoleh dari buku Ensiklopedia Junior tentang tubuh punya mas Zafran.

Buku Ensiklopedia
“Ribet ya buk” kata mas Zafran

Anak seusia mas Zafran ini memang inginnya yang enak-enak, mengasyikkan, tidak membosankan, atau tidak ribet. Jadi, saya beri penjelasan juga tentang apa saja yang akan kita dapat setelah protokol kesehatan tersebut dilakukan. Seperti, bisa main di luar saat virus sudah reda, jalan-jalan ke mall, atau pergi berlibur kerumah ninik (sebutan untuk mbah putri di keluarga saya).

Dengan begitu, biasanya Zafran akan bersemangat melakukan protokol kesehatan tadi.

2. Lewat video

Kementrian Pariwisata Dan Ekonomi Kreatif membuat video tentang virus corona di chanel youtube miliknya. Khusus untuk anak. Penjelasannya sederhana, ilustrasinya juga lucu. Mulai dari apa itu virus korona, tanda-tanda orang terjangkit virus, bagaimana virus menular, dan cara pencegahannya.

Sila klik gambar ini, sudah saya link-kan ke chanel youtubenya.

Chanel youtube Kemenparekraf
Memberikan penjelasan lewat video ini cukup gampang. Yang menjadi agak susah jika kebablasan nonton youtube setelahnya. Hahaha. Yakan, kita nontonnya lewat HP. Jadi, doi bisa request video lain setelah itu.

Baca juga: Pengasuhan Era Digital. Liburan dan Gadget

Tapi it’s oke kok, asal masih bisa dikontrol time screennya. Selamat belajar bro.

3. Ngobrol

Ngobrol bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Obrolan biasanya muncul saat anak mulai menemukan hal tak lumrah di sekitarnya. Misalnya, gerbang sterilisasi saat masuk pasar, banner besar di depan perumahan tentang protokol kesehatan, sampai kenapa ibu jualan masker hehehe.

Gerbang depan perumahan 
Obrolan dua arah ini sebenarnya lebih mudah dipahami oleh anak. Karena dia sudah siap menerima informasi baru, saat dia mulai menanyakan sesuatu. Tapi, memang lebih menantang sih untuk saya. Soalnya klo pas gak siap jawab jadi senewen sendiri.

Semoga kamu paham ya nak, tentang kondisi kita saat ini. Kenapa sekolah libur, ayah kerja di rumah, tak boleh main di luar, atau jalan-jalan ke mall. Ini semua, adalah ikhtiar kita untuk menjaga kesehatan. Kalau badannya sehat, kita bisa melakukan apapun yang kita suka nanti. bermain, belajar, jalan-jalan, apapun yang disuka.

“Beli mainan baru?”

“Lihat tabungan dulu” hahaha.

Itu tadi penjelasan sederhana yang bisa disampaikan kepada anak tentang kondisi pandemik covid-19 seperti saat ini. Semoga tulisan ini bisa kamu baca nanti ya mas. Entah diusia berapa. 10 atahu 15 tahun lagi barangkali.

Kalau kamu bu? Ada tips lain buat jelasin korona sama anak? sharing yuk…




Share
Tweet
Pin
Share
2 comments

“Buk, bikinin pesawat ini gimana?” kata mas Zafran (6), saat saya lagi ngobrol dengan tetangga sebelah yang datang pagi itu.

Lain hari

“Buk, ayo… atu mu mandi…” teriak Inara (2). Padahal, tadi disuruh mandi sore susah banget. Giliran ibuknya ngobrol sama tamu, dia teriak-teriak minta mandi.

Pernah ngalamin hal serupa bu? tos dulu kita. Rasanya ini kepala pengen jedukin ke tembok. Padahal, sudah berulang kali saya kasih tahu si anak.

“Kalau ibuk lagi ngomong sama ayah, atau orang lain, tunggu sampai selesai. Baru kamu ngomong. Jadi yang ngomong gantian. Biar ibuk ngerti kamu mau apa”

Dijawabnya “Oke” sama mas Zafran.

Jawaban oke selalu berarti dua. Dia ngerti apa yang saya omongin. Atau iya-in aja biar cepet. Duh…..

Kejadian ini hampir selalu berulang. Kalau saya lagi ngobrol sama tamu, tetangga, atau bahkan ayahnya, mereka berdua ini selalu ‘berebut’ perhatian. Kalau tidak segera diladeni, ada yang teriak, ada juga yang terus ngomong, sembari narik-narik baju buat cari perhatian. Wow, saya berasa artis yang dikuntit fans.

Tapi bukan minta foto. Seringkali mereka ingin membicarakan hal-hal ‘sepele’. Seperti, buk, lihat ada kucing mau ee’ depan rumah,  Atau masnya yang sebenarnya sudah bisa diajak kompromi untuk kasus ini, juga masih butuh perhatian. “Buk, lihat bisa to” katanya sambil joget-joget saat bisa menyusun lego.

Mengapa anak cenderung menyela pembicaraan orang lain?

Menurut psikolog Daniel Koh, dikutip dari laman Smart parents, anak-anak menyela karena beberapa alasan. “Mulai dari bersemanat, mencoba menarik perhatian dan berusaha mengatakannya, hingga memiliki ketrampilan sosial yang buruk”. 

Selain itu, masih menurut Koh, anak dari keluarga yang lebih banyak bicara cenderung menyela. Anak dengan kondisi seerti ADHD juga cenderung lebih banyak mengganggu, karena mereka lebih sulit mengendalikan impuls mereka.

Mereka bahkan mungkin tidak menyadari bahwa mereka sedang mengganggu, dan bahwa perilaku mereka mengganggu orang lain.

Baca juga: Pola Asuh Populer di Indonesia, Pilih yang Mana?

***

Di rumah, anak saya juga sering menyela pembicaraan. Baik saat saya dan suami ngobrol, atau saat ada tamu. Apalagi, kalau saya ’ketahuan’ ngobrol dengan anak lain seusianya. Pasti mas Zafran atau Inara langsung ikut nimbrung.

Jika saya perhatikan, dua anak saya ini kayak gini

Bosan

Barangkali ini yang dirasakan mas Zafran atau Inara saat di tempat umum. Biasanya intensitasnya lebih sering saat saya ngobrol dengan orang lain pas kita lagi jalan-jalan keluar. Mereka merasa dicuekin dan bosan karena tidak dilibatkan dalam pembicaraan.  

Minta perhatian

Menyela pembicaraan menjadi tanda bahwa mereka butuh perhatian lebih saat itu juga. Nah, ini menurut saya yang harus diberi penjelasan. Bahwa apa yang mereka inginkan saat itu juga, tidak bisa langsung mereka dapat. Mereka musti belajar menunggu, sabar, dan menanti giliran.

Mungkin mereka memang belum mengerti bagaimana cara mengungkakan sesuatu saat mereka ingin. mereka hanya tahu, keiginan itu harus tersampaikan saat itu juga. Anak-anak ini memang belum paham betul, apa itu menyela pembicaraan. Apakah yang dilakukan selama ini benar, atau justru mengganggu banyak orang. So, mereka butuh penjelasan yang serius tentang ini.

Bagaimana cara menjelaskannya?

1. Monkey see monkey do

Ibu adalah role model anak-anaknya. Jadi, mengajarkan anak untuk tidak meyela pembicaraan musti dimulai dari diri sendiri.
Sumber: Etsy.com

Caranya?

Dengan tidak menyela saat anak berbicara. Dengarkan apa yang mereka katakan. Bahkan, ketika saya tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Jangan lupa eye contact. Kalau sudah begitu, biasanya mas Zafran akan bilang “Aduh, ibuk kok gak ngerti-ngerti sih”. hehehe.

Baca juga: 3 Tips Mudah Agar Anak Mau Pakai Masker 

Apakah dengan begitu saya tidak pernah menyela? Oh tidak. Anak bisa lebih cerdik dari kita. Misalnya. Mas Zafran, biasanya akan bercerita panjang lebar saat saya menyuruhnya mandi. Ceritanya gado-gado. Bisa tentang pengalaman di sekolah, cita-cita, atau mau makan apa besok.

Artinya, dia sedang mengulur waktu, agar mandinya bisa ditunda. Nego alus. Kalau sudah ceritanya tak tentu arah, itu berarti, doi kehabisan cerita, dan tak tahu musti ngelanjutin apa lagi.

Sebelum saya kena hipnotis dengan ceritanya, saya cut “Yasudah, dilanjut nanti kalau kamu sudah mandi”. Mukanya langsung berubah, tapi terus mandi hahaha… 1:0.

2. Beri pengertian

Memberi pengertian kepada anak memang susah susah sulit. Apalagi soal menyela pembicaraan orang lain. Prosesnya gak berhenti pada satu peristiwa itu saja. Anak gak otomatis paham. Tapi, saya yakin, mereka akan terus belajar untuk tahu, bahwa menyela pembicaraan orang lain itu tidak baik.

Bahkan, bisa melukai hati. Menyela pembicaraan juga tidak sopan. Bisa menyinggung perasaan. Jadi, sebaiknya, menunggu giliran berbicara. Itu termasuk pelajaran etika dan rasa hormat.

3. Ajari apa yang harus dilakukan

Nah, ini langkah selanjutnya untuk mengajari anak menyela pembicaraan. Maksudnya, bukan saya membenarkan cara mereka seperti di atas. Tapi, ada cara lain yang barangkali bisa diterapkan untuk menyela obrolan, jika memang diperlukan. Tanpa merugikan salah satu pihak. Saya masih bisa melanjutkan obrolan, sedangkan anak-anak juga dapat perhatian.

Atau, jika ada hal-hal yang mendesak, seperti harus buang air kecil, terjadi kebakaran, atau pencurian. Seperti ini

➥Ajari Bahasa isyarat

Ini dulu yang saya ajarkan ada Zafran saat seumuran Inara, atau lebih besar dikitlah ya. Tentang Bahasa isyarat. Bukan Bahasa yang digunakan teman-teman tuna rungu atau tuna wicara, tapi lebih pada bahasa isyarat sederhana yang mudah dipahami.  

Fungsinya, agar saya masih bisa melanjutkan obrolan. Sedangkan anak, tetap mendapatkan perhatian. Meskipun tidak langsung. Biasanya cara ini juga saya gunakan saat makan atau minum. Pernah kan buibu saat makan atau minum lalu si anak merengek minta ini minta itu. Padahal, itu makanan udah di ujung tenggorokan. Daripada keselek, saya pakai cara ini.

Bahasa Isyarat | freepik
  • Tangan terbuka, mengarah ke si anak. Artinya, tunggu sebentar, ibuk sedang ngobrol atau lagi minum di tegukan terakhir.
  • Telunjuk satu diarahkan ke mulut. Artinya, diam sebentar, jangan teriak. Ibuk lagi ada tamu.
  • Jempol. Artinya, bagus, sudah oke. Biasanya saya gunakan saat anak tiba-tiba menunjukkan sesuatu yang butuh apresiasi. Menunjukkan gambar, warna, atau kresasi buatanya. Bagi mereka,  dunia harus tahu saat itu juga.
  • Memegang tangan atau menepuk pundak. Artinya, mereka sedang minta perhatian. Ada yang ingin disampaikan. Bisa beralih ke anak dulu sebenatar, lalu melanjutkan obrolan.
  • Jangan lupa eye contact. Ini menandakan, kita memberikan perhatian pada mereka. Tapi gak sekarang. Nanti, ditunggu, sabar. Begitu kira-kira.
➥Membaca gerak bibir

Cara ini menghindarkan saya untuk berteriak. “Sebentar……..!!!!!”. Gak boleh kan ya…. jadi, saya pilih se--ben--tar. Tanpa suara. Dengan mimik yang tegas, sejajarkan mata. Biasanya mereka akan diam. Sebentar.

Baca juga: Kapok Belajar Ilmu Parenting? 

Ini juga membuat anak cepat bicara. Mempelajari kosakata baru, dan melafalkannya dengan jelas. Seperti Inara. Dia bisa melafalkan nama binatang dalam buku bergambar. Dengan mulut munyu-munyu. Persis seperti yang saya ajarkan. Lucu sekali buat hiburan hehe…

➥Ajari berbisik

Saya suka cara ini. Anak tidak berteriak. Mendekat, lalu membisikkan apa yang mereka inginkan. Saya gak merasa terganggu dengan teriakan, atau tarikan baju. Keinginan anak tersampaikan, saya juga lebih jelas mereka maunya apa. Win win solution.

4. Beri apresiasi

Apresiasi itu penting. Anak jadi tahu, bahwa apa yang mereka lakukan itu benar, dan patut mendapatkan perhatian khusus. Ini juga akan membuat anak senang melakukan kebaikan. Termasuk menunggu orang lain selesai berbicara.

Baca juga: 7 Cara Mudah Mengajarkan Toleransi Pada Anak

Ucapkan terimakasih karena sudah sabar menunggu, atau peluk sambil bilang “Terimakasih karena sudah gak teriak lagi” atau, berterima kasih karena sudah belajar tidak menyela pembicaraan.

Apakah cara ini berhasil? Belum. Mereka belum ‘disiplin’ menerapkannya. Tapi, saya yakin, mereka dan saya juga lagi belajar untuk saling mengerti. Paham kondisi. Peka pada situasi.

Bagi saya ini juga termasuk life skill. Penting untuk dipelajari. Belajar sama-sama ya nak. Karena, semua murid semua guru. 

Kalau kamu, gimana bu? punya cara lain?





Share
Tweet
Pin
Share
28 comments
Older Posts

About me

Rizqillah Zaen

Parenting/family Blogger
Halo, saya ibu dari 2 orang anak. Blog ini berisi tentang keseharian saya sebagai Ibu rumah tangga. Saya lebih banyak menulis tentang parenting atau family life. Ada juga tulisan tentang kesehatan, financial, traveling dan beberapa tulisan personal.

Blog ini menerima advertorial dan partnership.
Jika ingin bekerjasama dengan saya bisa langsung hubungi via email
rizqillah [dot]q[at]gmail[dot]com.

Selamat membaca :-)
Read more

Follow Me

  • pinterest
  • twitter
  • instagram
  • facebook

NEWSLETTER

Populer Post

  • Tips membagi waktu ala ibu rumah tangga
  • Menyiapkan dana pendidikan
  • pentingnya asuransi jiwa untuk masa depan keluarga
  • Kriuknya Bebek goreng haji slamet juanda
  • Tips Hidup Minimalis versi IRT

Categories

parenting #BPNRamadan2020 tips personal health livestyle story of me jalan-jalan kuliner review money traveling blog competition investasi #1minggu1cerita suami-istri bisnis book education family partnership uncategorized #modyarhood #review #TBI #sosok #zafranask kaleidoskop

Recent Post

Blog Archive

  • ▼  2021 (3)
    • ▼  Februari (2)
      • selamat jalan pakde prie gs
      • Belajar Bahasa Inggris di Usia yang Tak Lagi Muda
    • ►  Januari (1)
  • ►  2020 (47)
    • ►  November (1)
    • ►  Mei (23)
    • ►  April (9)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2019 (42)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (5)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2018 (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2017 (5)
    • ►  September (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (2)

Sponsor

Followers

Visitors

Komunitas

1minggu1cerita
Blogger Perempuan
emak2blogger

blog competition health jalan-jalan money parenting partnership personal review tips

Created with by ThemeXpose