Tampilkan postingan dengan label personal. Tampilkan semua postingan

Komedi Saat Pandemi

29 komentar
Comedy is tragedy plus time. Barangkali quote dari komedian Amerika, Carol Burnett ini bisa mewakili peristiwa yang akan saya ceritakan di bawah.

Tentang pengalaman kami isolasi mandiri (isoman) sekeluarga selama kurang lebih 3 minggu di rumah. Apalagi kalau bukan karena covid-19.

Gak ditunggu, eh tiba juga gilirannya. Sepertinya, mau tidak mau, suka tidak suka, terinveksi virus covid-19 itu hanya soal waktu.


Cepat atau lambat. Bisa saja, kamu yang membaca ini juga akan kena ‘getahnya’. Maaf, bukan sedang mendoakan hal buruk. Tapi, ini adalah bentuk keputusasaan rakyat jelata macam saya yang dari awal pandemi ini, disuguhi beragam kebijakan yang ‘alah embuh’.

Jadi, sepertinya kita, eh saya saja barangkali tidak punya banyak pilihan. Bukan kena atau tidak. Tapi kapan.

Sebaiknya memang taat prokes dengan pakai masker, jaga jarak, dan membatasi aktifitas, menjadi tameng paling awal sekaligus akhir untuk ikhtiar tetap sehat.

La terus, mana komedianya?

Sebentar, kan saya ngeluh dulu dong, habis itu baru bisa tertawa atas peristiwa yang perih saat terjadi, tapi jadi lucu pas sudah berlalu.

Barangkali sudah banyak cerita tentang pengalaman isoman keluarga. Mulai prokes dan vitamin atau obat apa saja yang harus dikonsumsi. Saya akan cerita itu lain kali.

Hari ini, saya cerita bagian lucunya aja ya. Biar nambah imun ditengah pagebluk pandemi.

Begini ceritanya

Plastik soto ayam

Peristiwa ini terjadi H+5 setelah suami dinyatakan positif covid-19. Saya sekeluarga isoman di rumah. Pisah kamar. Suami di kamar depan. Saya dan anak-anak di belakang.

Setelah lapor RT, saya dan anak-anak diharuskan swab antigen ke puskesmas 5 hari sekali. Karena kontak erat dengan pasien positif.

Seharusnya, pihak puskesmas datang kerumah untuk memeriksa. Tapi mungkin karena kekurangan tenaga medis, jadi saya dan anak-anak yang harus ke puskesmas buat tes.

Alhamdulillah, swab pertama saya dan anak-anak negatif covid-19.

Setelah itu, saya mulai bergerilya mencari informasi. Suami lumayan bergejala. Sakit kepala berat, flu, disusul batuk, dan lemas. Jadi praktis saya yang cari info ini itu. Asli! Sungguh melelahkan.

Informasi tentang covid yang dulu saya simpan baik-baik di hp, tiba-tiba sulit dicari. Saya harus memulainya dari awal.

Saya juga mulai mencari informasi tentang vitamin-vitamin yang harus saya atau suami konsumsi. 

Teringat laman situs kedokteran yang bekerjasama dengan kementrian kesehatan untuk penyaluran obat atau vitamin gratis. Saya coba akses. Hasilnya nihil.

Kenapa? karena NIK suami tidak masuk data gugus tugas covid nasional sebagai orang yang terkonfirmasi positif covid. Padahal, itu syarat untuk mendapatkan vitamin atau obat gratis dari pemerintah.

Sayapun pasrah. Bukan soal nyari gratisnya saja, tapi tentang kemudahan mendapat paket vitamin yang bisa didapat dan dikonsumsi sampai masa isoalsi habis. Ini sangat membantu. Karena beli di apotik sudah banyak yang habis. Kalaupun ada, belinya dibatasi.

Tapi, apa boleh dikata, karena data tak masuk, sayapun tak dapat melanjutkan proses untuk mendapatkan paket vitamin covid tadi.

Yasudah, saya cari vitamin sendiri ke beberapa apotik yang bisa delivery order.

Ini juga menguras hati dan jantung. Karena saya harus beli secara terpisah. Vitamin D di apotik A, vitamin C di apotik satunya. Pembelianpun dibatasi. Hanya bisa beli 1 strip yang akan habis dalam 3 hari saja.

Artinya, tiap 3 hari sekali, saya harus pesan vitamin D di apotik A dan vitamin yang lain di apotik yang berbeda. Begitu seterusnya. Sungguh memerlukan kesabaran ekstra.

Belum lagi saya harus melakukan prokes ketat saat berinteraksi dengan suami. Sarung tangan, masker, alat makan dipisah. Selesai makan segera cuci dan pisahkan. Semprot desinfektan di sini, di sana. Begitu seterusnya.

And the last but not least, anak-anak yang sudah taat prokes, tapi sering lupa aturan saat bermain. Mainan berserakan dimana mana. Period!.


Ditengah ‘ketegangan’ tersebut, suatu pagi, tetangga kasih soto ayam lengkap dengan kerupuknya. Sungguh, punya tetangga baik adalah rejeki yang tak terhingga.

Setelah berbagai keruwetan yang saya alami, tibalah saatnya menuang kuah soto kedalam panci. Panci stainless mungil yang baru saja saya beli sebelum isoman. Saya bahkan harus melewati 2 toko untuk selanjutnya memutuskan membeli panci itu.

Maklum, emak-emak. Gak puas kalau belum muterin satu toko ke toko lainnya. Oke.

Saat membuka plastik soto, dengan agak terburu-buru plus rengekan bocil, tak sengaja, sotopun tumpah. Plastiknya, masuk ke panci dengan sangat mulus.

Seketika, dada saya berdesir, entah kenapa, melihat kuah soto yang tumpah jadi momen sentimentil hari itu. Jatuh sudah air mata saya. Nangis.

Sepertinya, susahnya mencari vitamin, atau prokes ketat dirumah, tidak mampu meluluhkan hati saya. Ndilalah, cuma gara-gara kuah soto, ambyar sudah pertahanan saya. Jebol sejebol jebolnya.

Nangis sesenggukan di pojok dapur. Deket galon, samping pel pelan. Setelah itu, bangkit lagi, makan soto. Karena, ya laparlah. Kan gak mungkin nangis tok bisa kenyang dan meyelesaikan masalah.

Lalu, melakukan segala sesuatu kembali, yang memang harus dilakukan hari itu. Detik demi detik, senafas demi senafas.

Tai kucing

Sebelum isoman, hampir setiap pagi, saya akan ngomel dengan bau poop kucing di depan rumah. Padahal, saya tidak punya kucing.

Entah kenapa, diantara banyak tempat berpasir, anabul itu selalu memilih depan rumah untuk menuntaskan hajatnya. Lalu pergi begitu saja. tanpa permisi, tanpa basa basi.

Hari itu, setelah hasil swab kedua, saya positif covid. Alhamdulillah anak-anak negatif.

Saya betul-betul rindu bau poop kucing. Penciuman saya hilang sama sekali. Minyak kayu putih yang biasa saya gunakan untuk terapi bau, sama sekali gak tercium.

Amblas lagi hati saya.

Betapa poop kucing yang biasanya saya rutuki keberadaannya, kini jadi satu hal yang saya rindukan. Hah…..

Sandal jepit

Di tengah keruwetan isoman, selain tempat makan, saya juga memisahkan barang-barang yang dipakai suami. Termasuk sandal jepit yang biasa dipakai saat berjemur.


Ada sandal jepit terkenal merk swallow. Ini pernah dipakai Sehun, personil boyband EXO, dan sempat menghebohkan dunia persandalan Indonesia (penting banget ya dinotice). Sejak dipakai artis Korea, sandal jepit naik daun. Tampak keren dan berkelas. You don’t even know guys, I have two. Warna hijau dan biru.

Oke lanjut

Entah kenapa, saya selalu susah mengingat, mana sandal jepit yang dipakai suami saat berjemur, mana yang punya saya. tiap kali mau pakai buat jemur baju di depan, saya selalu bertanya.

“Yah, ijo opo biru?”

“Ijo ya Allah….!” Begitu kata suami yang heran to the bone tentang drama sandal jepit. (entahlah ini ijo atau biru saya sendiri masih lupa)

Kamar mandi outdoor

Setelah suami terkonfimasi positif covid-19, selain pisah kamar, kamar mandi juga harus berbeda. Saya mulai membuat kamar mandi darurat untuk saya dan anak-anak. Kamar mandi ini saya buat di tempat cucian. Tempatnya pas di depan kamar mandi biasa.

Maklum, kami cuma punya satu kamar mandi.

Kamar mandi darurat itupun membuat saya tertawa sekaligus nelangsa. Dulu, saya bercita-cita ingin punya kama mandi outdoor. Ya semi outdoor-lah. Yang masih bisa lihat langit lepas gitu, dikelilingi pohon rindang.

Maklum, saya tidak bisa mandi lama di kamar mandi indoor. Karena, kalau mandi di kamar mandi dengan sirkulasi udara yang buruk, saya akan muntah. Entah kenapa. Rasanya sumpek luar biasa. Lalu mual. Berujung muntah.

Jadi, kamar mandi darurat itu seperti doa yang terkabul. Dalam bentuk dan situasi yang berbeda. Kamar mandi outdoor. Di tempat cucian, bisa lihat langit saat atap dibuka. Dikelilingi cucian yang mulai menggunung. Ah… syahdunya…

Itu tadi cerita lucu yang saat dialami gak ada lucu-lucunya tapi pas sudah berlalu, bisa ketawa sembari bercerita. Begitulah hidup.  

Hari ini sedih, besok tertawa. Hari ini kekurangan, besok dicukupi. Jadi, gak perlu yang waow waow. Begini saja, cukup.

Minta duit 1 milyar ya Allah…. Amin….

Dasar aku.

Kamu, sudah dapet arisan covid? Sehat-sehat selalu ya sekeluarga. 













Haid Saat 10 Hari Terakhir Ramadan? Ini Amalannya

2 komentar


Qodarullah, Sore tadi saya haid. Gak berasa. Baru tahu setelah berbuka puasa. Harusnya, jadwal datang bulan masih semingguan lagi. Entah kenapa jadi maju begini. Padahal puasa Ramadan sudah hampir selesai.

Sudah masuk 10 hari terakhir Ramadan. Ya mau bagaimana lagi. Musti diterima dengan senang hati. Alhamdulillah masih diberi rizqi sehat.

10 hari terakhir saat Ramadan ini adalah hari istimewa. Lailatul qadar akan turun di 10 hari terakhir Ramadan. Lalu, apakah perempuan yang sedang haid di masa itu tetap bisa menjalankan ibadah?

Bisa dong…

Dikutip dari laman Repulika, Ustadz Bahtiar Nasir menyatakan, perempuan dengan haid, bisa tetap mendapatkan keutamaan 10 hari terakhir di bulan Ramadan dengan cara

1. Berdoa

Perbanyak berdoa kepada Allah. Sebab pada malam-malam itu, doa mustajab untuk dikabulkan.

Dari Al-Nu'man bin Basyir, ia berkata, Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Doa itu adalah ibadah, kemudian beliau membaca ayat 60 surah Ghafir yang artinya: dan Tuhanmu berfirman, berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.'” (HR Tirmizi, Ibnu Majah, Abu Daud, al-Nasa`I, dan Hakim).

Salah satu doa yang saya panjatkan adalah doa kanzul ‘ars. Doa ini diumpakan sebagai lampu sangat terang di alam dunia. Doa ini dinamakan raja dari segala doa. Karena tidak terbilang faedah dan fadilahnya. 

Barang siapa yang membaca doa ini insyaAlah seluruh kebutuhan dunia dan akhirat akan terpenuhi, serta dimudahkan rezeki bagi anak cucunya. Doanya seperti ini.




Ini hanya sebagian saja. Kamu bisa membaca lengkapnya di kitab majmu’ syarif. Kitab ini lengkap berisi doa, shalawat, surah-surah penting, dan amalan lainnya. Kitabnya seperti ini


2. Berdzikir

Berzikir sebanyak-banyaknya, sebaik-baik zikir adalah laa ilaaha illallah.

Dan sebaik-baik zikir pada sepertiga akhir malam adalah  istighfar, misalnya, membaca astagfirullah wa atuubu ilayh. Dan, selalu memohonkan ampunan pada waktu pagi sebelum fajar. (QS Adz-Dzariyat [51]: 18).

Dalam tafsir Ibnu Katsir dan Thabari, disebutkan riwayat lain dari Mujahid, beliau berkata, Ada seorang laki-laki dari Bani Israil yang selalu menghidupkan malamnya dengan ibadah sampai Subuh. Kemudian pada siang hari, dia berjihad melawan musuh sampai sore, dan ia melakukan itu selama seribu bulan maka Allah menurunkan surat Alqadr ayat 3 di mana menghidupkan malam Qadar itu lebih baik dari amalan laki-laki Bani Israil tersebut.

3. Mendengarkan al-Quran

Bisa mendengarkan ayat-ayat al Quran lewat aplikasi atau rekaman di handphone.

Dalam hadis Ibnu Mas'ud, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

"Barang siapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah, maka dia akan mendapatkan satu kebaikan, sedangkan satu kebaikan itu (bernilai) sepuluh kali lipatnya, aku tidak mengatakan 'Alif Laam Miim' sebagai satu huruf, akan tetapi 'Alif sebagai satu huruf, 'Laam' sebagai satu huruf dan 'miim' sebagai satu huruf." (HR. At-Tirmidzi 2910 dan dishahihkan al-Albani).

Dalam hadis di atas kita bisa mengetahui bahwa banyaknya kebaikan yang diberikan oleh Allah SWT hanya dengan membaca ayat suci Al Quran dan tentunya hal tersebut juga sama bagi orang yang mendengarkannya.

4. Shalawat

Shalawat adalah permohonan kepada Allah agar diberi berkah dan rahmat kepada nabi Muhammad S.a.W beserta keluarga dan para sahabatnya. Apabila diucapkan sebelum atau sesudah berdoa, menjadikan doa segera naik ke langit.

Salah satunya adalah Shalawat tibbil qulub. Shalawat ini bertujuan untuk menjauhkan diri dari wabah dan penyakit. Ini bisa menjadi ikhtiar agar pandemi virus covid-19 segera berakhir.


5. Bersedekah

Dengan membantu orang-orang yang sedang membutuhkan. Wabah virus covid-19 ini juga berdampak pada perekonomian. PHK, toko dan warung dilarang buka, membuat pendapatan masyarakat menurun drastis.

Sedekah bisa disalurkan kepada mereka yang membutuhkan. Bisa langsung, atau secara daring. Sekarang sudah banyak aplikasi bersedekah untuk membantu masyarakat yang tidak mampu secara ekonomi.

Itu tadi, doa-doa yang bisa dipanjatkan pada 10 hari terakhir Ramadan. Meskipun kita, perempuan sedang datang bulan.

Kamu juga lagi datang bulan? Doa apa yang dipanjatkan? Sharing yuk..






Sumber:
https://republika.co.id/berita/mqwwh7/menghidupkan-malam-bagi-wanita-haid
Kitab Majmu’ Syarif Kamil

Ribet Aturan Mudik? Gak Usah Mudik Dulu

4 komentar


“Buk, nanti kalau korona sudah hilang, kita ke rumah ninik ya. Aku mau bawa mainan kardus biar bisa main sama temen-temen disana”

“Iya, sekarang doa yuk, biar koronanya cepet ilang”

Anak sulung saya sudah kebelet pengen mudik ke rumah niniknya. Ninik adalah sebutan untuk mbah putri di keluarga saya. Tiap tahun, kami selalu mudik ke Tulungagung. Kebetulan, suami juga dari kota yang sama.

Bagi anak seusianya, mudik berarti bermain dengan keluarga dan teman baru di kampung halaman. Anjangsana kerumah saudara, bermain sepuasnya, dan bebas makan makanan apapun.

Dua anak saya ini punya bakat alergi. Meskipun sudah lumayan membaik, tapi beberapa camilan masih saya larang. Seperti coklat dan buah yang mengandung getah.


Nah, saat lebaran, aturan itu sedikit longgar. Maklum, banyak godaan. Yang penting gak berlebihan. It’s oke. Jadi, momen lebaran seperti ini yang selalu ditunggu-tunggu sama mas Zafran.

Bagi saya, momen pulang kampung saat lebaran adalah saatnya melepas kangen dengan keluarga. duh, kangen banget sama ibuk. Pulang terakhir saat adik nikah akhir tahun lalu.

Kalau sudah berkumpul dengan keluarga besar pasti banyak cerita. Banyak kejadian seru yang hanya didapati saat lebaran.

kudapan seperti tapai ketan, rengginang, sama madu mongso, menjadi buruan saya saat anjangsana kerumah mbah-mbah sepuh. Kalau sudah kum[ul sama keluarga suka lupa umur. Hihihi.


Tunda mudik

Tahun ini, momen mudik lebaran sepertinya musti di tunda. Pandemic virus covid-19 masih terus merajalela. Pemerintah bahkan menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tahap kedua. Meskipun, kenyataan di lapangan berbeda. masih banyak kerumunan, bahkan jalanan masih macet.

Kemarin pagi, saya pergi ke SD yang akan mejadi sekolah baru mas Zafran tahun ini. jalan pintas masuk perumahan yang biasa dilewati, tutup total. Saya musti cari jalan memutar untk sampai kesana. saya kaget dong. Jalan besar menuju sekolah macet. Seperti hari-hari biasanya. Tidak ada penurunan volume kendaraan. Bahkan warung makanan di kanan kiri jalan juga buka. Meski ditutup dengan kelambu.

Kebijakan PSBB sepertinya tak lantas membuat orang berdiam di rumah. saya maklum sih, karena banyak pekerja harian yang musti keluar untuk bekerja. tapi, kenapa yang tidak berkepentingan bisa leha-leha nongkrong pinggir jalan?!

Situasi sulit ini menjengkelkan. Saya yang tiap hari berusaha di rumah saja, jadi gemas lihat orang-orang masih macet-macetan di jalan. Ini mau sampai kapan virus berakhir?

Apa ini juga yang dinamakan berdamai dengan virus? social distancing bahkan seperti angin lalu kalau sudah lihat kenyataan di jalanan.

Padahal, aturan untuk keluar wilayah yang menerapkan PSBB ini ketat sekali. Seperti infografis yang saya dapat dari laman resmi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19.

Sumber: covid19.go.id
Ribet sekali menurut saya. barangkali memang dibikin seperti itu agar orang berpikir dua kali untuk bepergian atau mudik ke kampung halaman.

Oke, saya memang tak bisa membuat semua orang patuh terhadap aturan. satu-satunya jalan, ya saya sendiri musti ikhtiar. Saatnya memikirkan diri masing-masing dan keluarga terdekat.


Tahun ini, kami sekeluarga memutuskan untuk tidak pulang kampung. Semoga ikhtiar satu keluarga ini bisa menekan angka penyebaran covid-19. Saya selalu menempatkan diri sebagai carier virus, agar lebih hati-hati saat mau keluar atau melakukan kontak dengan orang lain.

Mudik tahun depan

Meski virus covid-19 ini belum bisa diprediksi kapan selesai, tapi, saya berharap tahun depan, bisa puasa Ramadan dan berlebaran tanpa was-was lagi.


Berkumpul dengana keluarga besar. ngobrol kesana kemari sambil menikmati suasana kampung halaman yang damai. Jauh dari keramaian. Bisa anjangsana kerumah saudara, menikmati sajian khas lebaran yang tidak ada duanya.

Semoga, anti virus covid-19 ini segera ditemukan. Agar kurva penderita bisa melandai dengan sempurna. Belum ada yang bisa memastikan. Tapi, hapan akan selalu saya sematkan. Bebarengan dengan doa-doa bulan Ramadan. Semoga diijabah oleh sang Maha Merencanakan.

Gak usah mudik yuk, tahan diri dulu. kamu punya cerita apa nih. Sharing yuk…






Sumber:  
https://covid19.go.id/p/protokol/bepergian-lintas-wilayah-saat-psbb-dokumen-ini-syarat-mutlak




3 Hal Unik yang Dirindukan Saat Lebaran

2 komentar


Momen lebaran tahun ini sepertinya akan berbeda dengan lebaran tahun-tahun sebelumnya. Kami memutuskan untuk tidak mudik ke kampung halaman, Tulungagung. Kebetulan kami berdua berasal dari kota yang sama. Jadi ya mudiknya satu tujuan.


Kebetulan lagi, saya dan suami sama-sama berasal dari keluarga besar. Maklum, orang jaman dulu, punya anak bisa selusin. Di keluarga bapak, setiap kumpul, ada sekitar 30an orang. Sedangkan keluarga suami lebih dari 40 orang.

Hidup di dua keluarga besar itu menyenangkan. Apalagi kalau bisa berkumpul bersama saat lebaran tiba. Semua orang pasti punya cerita masing-masing untuk dibagikan. Ngobrol gayeng sambil makan makanan khas kampung halaman.

Bani sholeh
Sayang, tahun ini, sepertinya momen itu akan beralih ke digital. Silaturahmi via video call. Pandemi virus covid-19 masih berkeliaran. Kurva penderita belum meunjukkan tanda-tanda melandai. Pemerintah masih melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah. Himbauan untuk tidak mudik juga dilakukan guna menekan angka penderita.

Praktis, angan-angan untuk berkumpul dengan keluarga besar saat lebaran nanti perlahan sirna.

Nah, sebagai pengobat rindu, saya mau menulis tentang tradisi unik bersama keluarga besar saat lebaran. Tombo kangen! Apa saja?

1. Tidur Depan TV

Ini biasa dilakukan di keluarga suami. Saudara jauh dari Jakarta berkumpul di rumah buyut, ibunya ibu suami. Tempatnya luas. Tahu kan rumah orang jaman dulu, lega banget. Meskipun, rumah buyut ini sudah lebih modern dibanding rumah teman sebayanya.

Saat malam tiba, anak-anak yang masih balita mendapat tempat di kamar beserta ibunya. Sementara yang lain, menggelar selimut tebal atau kasur spon di depan tv.

Kenapa? karena depan tv adalah tempat paling luas diantara ruangan lainnya. Jadi cukup klo dipakai tidur untuk 30an orang. Sambil nonton tv sampai ketiduran.

Duh, tahun ini mustahil kan dilakukan. Apalagi Jakarta masih masuk zona merah sejak covid-19 ditemukan ada Maret lalu. Praktis saudara dari Jakarta juga gak mudik.

Padahal, bulan lalu, mbah buyut bahkan sudah siap-siap menyediakan lauk untuk semua keluarga. Ternak lele. Bukan untuk dijual. Tapi untuk persiapan lebaran tahun ini. Belakang rumah mbah ada lahan kolam besar untuk beternak ikan. Tahun lalu, ada ikan gurame. Tahun ini, ikan lele.

Sayuran juga sudah ditanam di kebun belakang. Ah, hidup di desa tu memang gak perlu takut kelaperan ya. Butuh apa tinggal ambil di pekarangan. Sungkem sama mbah buyut. Kirim ke sidoarjo aja lah mbah ya… hehehe…

2. Angpao

Ini tradisi paling ditunggu anak-anak. sebelum menikah, saya juga menunggu momen ini wkwkw. Setelah menikah, sayapun ikut memberikan angpao untuk anak-anak. Isinya biasanya 10 sampai 20 ribu. Dibungkus amplop lucu-lucu.

Amplop angpau tahun lalu
Anak-anak selalu menunggu momen ini setelah sungkem dan bersalaman seluruh anggota keluarga. Kadang, yang sudah gede bisa cosplay jadi anak-anak untuk mendapatkan angao. Caranya, ikut antri di barisan anak-anak sambil berdiri pakai dengkul. Jadi tingginya miri anak-anak.

Ini biasanya berhasil klo pas simbah yang kasih angao. Soalnya penglihatannya sudah berkurang. Jadi asal ikut barisan, bakal dapet angao juga wkwkwk. Saya sudah praktekin soalnya hahaha.  Habis gitu kena protes sama anak-anak. Duitnya dibagi bagilah sama mereka buat beli permen atau mainan. Don’t try this at home ya.

3. Berebut Makanan

Apa makanan paling lezat di dunia? Saya bakal jawab, makanannya dikit, ngumpul sama orang banyak, sambil rebutan manja. Itu ikmatnya sampai di ubun-ubun. Padahal beli juga bisa. Tapi momen rebutan itu lo, yang bikin gemes. Hahahaha. Keseruan itu masih saya lakukan sampai saat ini. Sama adik-adik yang sudah tidak bisa dibilang anak-anak lagi. Duh, bahagiaku sereceh itu.

Tapi ternyata, saudara lain juga melakukan hal yang sama. Apalagi saudara dari suami yang merantau ke Jakarta. Pasti dong, makanan khas jadi buruan.

Nah, Saat lebaran, kita silaturahmi kan. Kerumah tetangga atau saudara. Saat melihat menu khas di atas meja, kadang tanpa permisi anak-anak langsung serbu. Eh bukan, ibu-ibu perantau seperti saya juga pernah melakukan hal yang sama. Norak sih. Tapi, menyenangkan wkwkwk.

Sekilas tak sopan, tapi sang empunya rumah selalu tertawa sambil geleng-geleng kepala. Sudah tahu kelakuan kami tiap tahun pas anjangsana. Tak lupa jurus basa-basi ala kampung halaman.

“Jajane gowoen mulih lo, iki jik akeh” (kuenya bawa pulang aja, disini masih banyak)

Tentu saja, dengan sangat sangat basa basi, saya menjawab

“Mpun mbah mboten usah repot-repot” (gak usah repot-repot mbah). Tapi tangannya sambil menerima bungkusan kresek kue tadi wkwkwk. Ya kan, gak mungkin ditolak, itu lebih gak sopan lo klo di desa. Hihihi.

Kamu tahu apa yang jadi rebutan? Salah satunya, Tapai ketan. Kudapan dari beras ketan yang difermentasi. Rasanya manis, asem, seger. Top markotop!!


Ya Allah… semoga tahun depan sudah ada anti virus yang ditemukan. Jadi, momen unik kayak tadi, tetap bisa dilestarikan kwkwk.

Kalau kamu? kangen ngapain waktu lebaran? sharing yuk…









Menu Khas Lebaran di Kota Marmer

4 komentar

Menu khas lebaran selalu mengingatkan saya pada kampung halaman. Saya lahir dan besar di Tulungagung. Sebuah kota kecil di Jawa Timur.

Jika Jombang terkenal dengan kota santri, Tulunggung lebih dikenal sebagai kota marmer. Konon, marmer Tulungagung punya kualitas kelas wahid. Di daerah Besuki, marmer telah dieksor ke berbagai belahan dunia.

Selain marmer, dulu, Tulungagung dikenal sebagai kota banjir. Saya ingat waktu kecil, sungai depan rumah meluap sampai ke jalan. Untung gak sampai masuk rumah. Saat ini, Tulungung sudah jauh lebih modern. Kedai kopi kekinian menjamur di tiap sudut kotanya. Banjir? bye bye.

Tulungagung juga dikenal sebagai salah satu kota santet. Konon, santet Tulungagung lebih mujarab daripada Banyuwangi. Ah, itu cerita dari mbah saya. Antara percaya dan tidak. Urusan klenik begini susah klo pakai logika.

Untuk kuliner, Tulungagung juga punya menu khas. Ayam Lodho. Makanan berbahan ayam, dengan kuah santan kuning yang kental. Saya pernah menulis resep lodho di blog ini. Sila baca.


Kali ini, saya tidak akan membahas tentang lodho lagi. Tapi menu lain yang tak kalah nikmatnya. Kudapan yang selalu ada di rumah mbah-mbah sepuh saat lebaran idul fitri.

Apa itu?

1. Tapai Ketan

Mungkin di daerah lain, ada juga makanan seperti ini. Tapi soal rasa, mbah saya tetap juaranya. Sayang, mbah sudah meninggal. Sajian tapai ketan, terakhir saya jumpai pas lebaran 3 tahun lalu.

Itu di rumah.


Kalau sedang berkunjung ke rumah mbah yang lain, saya selalu ngincer tapai ketan di meja. Mon maap nih ya, silaturahmi penting. Tapi tapai ketan adalah simbol peradaban yang tak boleh terlewatkan. Halah!

Nah, tahun lalu, ibu saya mencoba membuat tapai ketan dengan resep turun temurun. Tapi gagal. Tapai gak matang sempurna. Ternyata ada triknya. Kira-kira begini

➦Bahan:

  1. Beras ketan
  2. Daun pandan
  3. Ragi
  4. Gula putih
  5. Daun pisang sebagai bungkus
➦Cara memasak:

  • Masak beras ketan seperti memasak nasi
  • Setelah matang, tuang di tampah (nampan besar dari anyaman bambu). Tunggu hingga benar-benar dingin.
  • Siapkan gula putih dan ragi
  • Bungkus ketan yang sudah dingin dengan daun pisang.
  • Taburi sedikit gula dan ragi. Sematkan lidi agar bungkus tidak terbuka saat didiamkan.
  • Simpan di kardus yang sudah dilapisi daun pisang. Tutup rapat
  • Tunggu kurang lebih 2-3 hari.
  • Tapai ketan siap santap.
Rasanya manis asem seger.

Selain menjadi hidangan khas lebaran, tapai ketan juga sering disajikan saat ada hajatan besar. Seperti gambar di bawah ini. Ini adalah saudara dekat ibuk pas lagi rewang. Tradisi gotong royong di desa saat ada saudara atau tetangga punya hajatan besar.


Tahun lalu, adik saya menikah. Tapai ketan jadi menu wajib untuk sajian. Bisa juga untuk hantaran.
Itu tadi kudapan yang selalu ada saat lebaran. Selanjutnya, menu berat.

2. Lontong Sayur

Menu ini biasanya ada pas 7 hari lebaran. Namanya kupatan. Biasannya diperingati dengan mengadakan selamatan di masjid. Tiap kepala keluarga membawa ketupat atau lontong lengkap dengan sayur lodeh atau lodho plus bubuk kedelai.

Di tata di dalam ember besar. Lalu disantap beramai-ramai di masjid. Atau dibawa pulang dengan bertukar ketupat lengkap terlebih dahulu.

Tahun lalu, tradisi ini agak berbeda. Kampung saya mengadakan makan bersama sepanjang jalan. Tradisi ini sudah ada terlebih dahulu di daerah Trenggalek. Kalau pas kupatan tiba, orang-orang dari berbagai daerah tumplek blek memadati jalanan Trenggalek.

Untuk mendapatkan sepiring ketupat atau lontong sayur, mereka tidak perlu membeli. Warga sekitar membaginya gratis.

Di desaku juga begitu. Saat malam tiba, rumah penduduk sudah siap menyajikan berbagai macam hidangan. Mulai bakso, sate, dan aneka es. Siapapun bisa mampir untuk mencicipi masakan.


Suasana Kupatan di depan rumah
Lampu kerlap kerlip menambah seru suasana kupatan. Tiap rumah juga menyediakan hiburan gratis. Lagu-lagu religi, gambus, bahkan dangdut. Menambah meriah suasana.

Loh, kok jadi kemana-mana. Resepnya mana?

Untuk membuat ketupat atau lontong sayur khas Tulungagung sebenarnya gampang. Tapi, jujur, saya selalu gagal bikin lodeh ala Tulungagung. Selalu berakhir seperti kolak kacang panjang. Duh! Jadi, saya kasih tahu saja cara penyajiannya aja ya.


Lontong Sayur Khas Tulungagung

  • Siapkan lontong atau ketupat. Iris sesuai selera.
  • Tuang sayur lodeh di atasnya. Taburi bubuk kedelai.
  • Bisa ditambah krupuk rambak (kerupuk dari kulit kerbau atau sapi) sebagai pelengkap.
Ciamik soro!

Itu tadi makanan khas yang mengingatkan saya pada kampung halaman. Di Sidoarjo, cukup sulit menemukan tapai ketan atau sayur lodeh dengap cita rasa khas Tulungagung. Jadi, dua makanan ini selalu saya buru saat sampai di rumah.

Sayang, tahun ini kami sekeluarga berencana tak mudik ke kampung halaman. Pandemi virus covid-19 belum juga menunjukkan tanda-tanda selesai. Mau bagaimana lagi. Toh ini untuk kebaikan bersama. Semoga sehat-sehat semua.

Kalau kamu? makanan khasnya apa? Sharing yuk…