Tampilkan postingan dengan label suami-istri. Tampilkan semua postingan

Berdamai dengan hobi suami

2 komentar


Punya hobi itu perlu. Bisa jadi penting malah. Apalagi buat yang bekerja nine to five. Mengerjakan sesuatu sesuai kesenanganya, memiliki pengaruh baik. Bagi kesehatan jiwa dan raga.

Tapi, setelah berumah tangga, menjalankan hobi tidak sesederhana saat melajang. Ada ‘batasan-batasan’ yang terbentuk dengan sendirinya. Waktu, dan kesehatan finansial bisa jadi pertimbangan utama untuk menekuni hobi yang sudah ada.
otw Gunung Slamet
Seperti suami saya. belakangan dia mulai naik gunung lagi. Setelah sekian lama terkendala waktu dan budget. Saya sih tidak keberatan dengan hobi ini. Cuma, yang kadang bikin naik darah itu, saat suami sudah beli-beli peralatan gunung yang gak murah. alasannya buat investasi. Bisa diwariskan sama anak nanti. ya Allah pak, itu pas anakmu gede, gunung-gunung di Indonesia udah pake lift naiknya.

Belakangan, suami juga lagi hobi kopi kopian. Beli grinder sendiri di rumah. Dipakenya bisa sebulan sekali. Beli biji kopi dengan nama aneh-aneh. Tiap kali nyoba, bikin saya diare 3 hari. Duh!
Grinder dan aneka kopi 
Suatu hari, saya pernah posting di facebook tentang hobi suami. Beberapa teman lama yang juga sudah berkeluarga dan punya hobi, pada nyamber. Intinya, mereka-mereka ini butuh ‘pelampiasan’ di tengah carut marut pekerjaan. Ada yang hobi koleksi gundam, pesawat remote, burung, mancing dan lain lain. Hiburan katanya. Uang yang dipakaipun punya istilah sendiri. ‘Duit lanang’. Artiya, duit ‘bebas’ setelah kebutuhan primer selesai.

Saya gak masalah sih sebenarnya asal ada komunikasi yang baik dengan pasangan masing-masing. Gak mau kan, kalau pengennya seneng, malah kena omel sana sini.

Nah, saya ada tips nih, bagaimana caranya biar bisa berdamai dengan hobi suami.

1. Komitmen pra nikah

Ini dulu yang saya lakukan dengan suami. Paksu bilang kalau nanti sudah menikah, dia tetap diperbolehkan naik gunung. Saya setuju. Toh saya juga suka naik gunung. Asal, jangan lupa sama tanggungjawab. Bagi saya ini penting disepakati dari awal, agar saat sudah berumah tangga, urusan hobi ini sudah khatam.

2. Selesaikan tanggungjawab

Hobi adalah kebutuhan sekunder. Maka, jika ingin terus menekuninya, kebutuhan primer musti selesai dulu. Itu yang dilakukan suami. Meskipun kadang, saya sempat ngomel. Mending kan duitnya dipake buat investasi. Tapi balik lagi di komitmen awal.

3. Beri dukungan

Tentu setelah kesepakatan di awal selesai, saatnya memberikan support. Misalnya, saat naik gunung, si bapak dikasih bekal bumbu jadi. Jadi pas masak di gunung, biar gak ribet. Atau minjemin Tupperware untuk makan dan masak. Tapi ingatkan untuk kembali seperti bentuk semula. Kalau tidak, suruh ganti! Tupperware bagi emak, harga mati!

Hindari untuk memakai wadah sekali pakai. Pendaki biasanya lebih aware dengan lingkungan. Stop membuat sampah.


4. Saling terbuka

Ini agak susah. Kebanyakan, paling gak dari obrolan di facebook tadi, suami yang punya hobi itu prinsipnya begini. Lebih baik minta maaf daripada minta ijin. Wah, bisa berabe. Tapi betul ini. beberapa kali suami ketahuan beli peralatan gunung. Tiap kali ditanya harga, bilangnya murah. Tapi terus ngaku juga sih belakangan. Tapi tetap saja bikin kesel.

Keterbukaan ini juga gak melulu soal budget yang dihabiskan. Tapi bisa juga sharing tentang waktu yang tepat buat menekuni hobi. Jika komitmen dan komunikasi baik, maka selanjutnya bakal oke.

5. Ikut terlibat

Sejak SMA saya memang suka naik gunung. Suami malah ikut organisasi pecinta alam. Jadi, kalau saya diajak naik gunung, ayo aja. Bahkan, kami pernah nekat naik gunung sama batita. Anak kedua saya. Saat itu usianya baru 5 bulan.
Gunung Bromo

Melibatkan diri ke hobi suami ini bisa menguntungkan juga lo. Bisa saling melengkapi. Saat diajak suami naik gunung, saya jadi punya bahan tulisan buat blog. Punya stok beberapa angle tulisan.

Untuk suami yang hobi mancing misalnya, si istri bisa jadi hobi masak hasil pancingan. bisa nyambung kan?!. Coba deh cari sisi menarik apa yang bisa melengkapi hobi suami. Atau sebaliknya. Barangkali, istri punya hobi yang bisa dilengkapi dengan kegemaran suami. Bukankah begitu hakikat berumah tangga?! Melengkapi satu sama lain.

6. Cari solusi

Jika ada masalah, pastikan segera mencari solusi. Misalnya, printilan naik gunung yang savety use itu gak murah. Tapi sekarang, orang naik gunung sudah punya banyak kemudahan. Persewaan barang untuk naik gunung sudah banyak. Tinggal pilih mau spek seperti apa. Naik gunung aman, nyaman, duit bisa lama dikantong.

7. Minta kompensasi

Jika beli printilan naik gunung atau kopi kopian tidak bisa ditahan lagi, minta kompensasi. Ini penting buibu. Misalnya, jika suami beli biji kopi lagi, saya minta dibelikan satu buku sebagai kompensasi. Atau, kalau lagi beli peralatan gunung lagi, saya minta dibelikan makeup atau skinker. Biar impas hehehe.

8. Kembangkan
ig explore_nuswantara
Beberapa bulan lalu, suami sudah mulai punya ide untuk mengembangkan hobi naik gunungnya menjadi bisnis. Dengan membuat open trip. Masih tahap awal sih, tapi ini rencana bagus untuk mengubah hobi jadi cuan. Jika kamu punya rencana untuk naik gunung, bisa kepoin ig @explore­_nuswantara. Di sana, ada catatan perjalanan saat mendaki gunung. Seperti Bromo, Semeru dan lain-lain. Beberapa tips dan trik saat naik gunung juga ada. Jangan lupa follow J

Nah, itu tadi 7 tips berdamai dengan hobi suami versi saya. Apakah istri tidak punya hobi? Punya dong… intinya sama kok. Tips di atas juga berlaku buat istri yang punya hobi. Jangan sampai, hobi yang awalnya untuk refresh otak, berubah jadi bencana. Bisa jadi, karena komitmen dan komunikasi yang salah antara kedua belah pihak.

Lalu, suamimu hobi apa buk? sudah ngomel hari ini? eh, sudah berdamaikah? Hehehe. Sharing yuk…

Salam, 





gengsi minta maaf? begini caranya

Tidak ada komentar


Gengsi saya itu gede. Wkwkwk. Kata-kata pembukanya sedap betul. Iya betul. Ibu saya juga bilang begitu. Sifat ini awalnya membuat saya biasa saja. Selama gak ada orang yang tersakiti dengan sifat itu, gak papa dong. Tapi ternyata, dampaknya memang gak bisa serta merta. Apalagi untuk urusan meminta maaf. Selalu susah mulainya. 

Saat sudah berumah tangga, mengucapkan kata maaf itu gak sesimple ‘say it with flower’. Kalau dulu sih, masih bisa say sorry tapi dalam hati ‘ya sudahlah daripada rame’. Masih ada perasaan gak rela buat minta maaf, meskipun tahu itu salah saya hihihi. 

Sampai sekarangpun, meminta maaf buat saya masih gak gampang. Mungkin terbawa kebiasaan lama. Rasanya masih cukup berat buat ngomong satu kata ini. Maaf.


Eh ini pengalaman pribadi ya. Bisa jadi gak semua orang merasakannya. Cuma pengen sharing saja. Tentang minta maaf sama suami.

Seiring berjalannya waktu, saya mulai belajar banyak. Urusan berkeluarga ini memang gak bisa simple. Seperti maaf, lalu bikin salah lagi. Ah, sudah bukan masanya begitu. Apalagi, tiap hari ketemu suami. Kalau lagi marah, suasana rumah jadi gak enak banget. Ditambah lagi kalau harus pura-pura bahagia di depan anak-anak. Hah! Gak enak blas!

Bagi saya, bukan soal besar kecil masalah yang ada, tapi bagaimana mengatasinya. Kecil kalau dibiarin lama-lama juga besar. Apalagi yang sudah gede yakan. Justru dari masalah yang kecil-kecil begitu saya bisa belajar ‘menurunkan’ gengsi untuk segera minta maaf.

Masalah yang kecil tu gimana? Yang gede seperti apa?. Silakan dijawab sendiri ya buibu. ‘Porsi’ masalah tiap rumah tangga beda-beda. Cara mengatasinya juga gak sama.

Nah, biasanya saya melakukan hal ini sebelum bener-bener bilang maaf ke suami.

Rajin masak
Sebagai ibu rumah tangga yang baik dan benar, memasak bisa membantu saya mengganti kata maaf buat suami. Masak yang enak (menurut saya hahaha). Yakan namanya usaha. Tell less cook more.

Beresin rumah
Saya biasanya beberes rumah agak heboh, buat minta maaf. Debu-debu yang nempel di perabot rumah dibersihkan. Biar licin kayak muka mbak Syahrini. Setrikaan yang numpuk, lempar ke laundry. Sortir mainan anak yang sudah rusak, lalu buang. Biar rumah gak kayak TPA Kalijodo. Beresin dapur, bersihin kamar mandi. Pokoknya, rumah bersih. Tidy house tidy mind.

Ngomong langsung
Ini pilihan terakhir kalau dua opsi lainnya gak jalan. Biasanya, lebih pada, si bapak lagi gak connect kode-kodean. Maunya langsung saja. Yasudah, saya minta maaf. Tapi, pake muqodimah dulu via wa. Basa basi dikit, terus minta maaf.

Bener lo, sesusah itu bilang langsung maaf buat saya. Duh, ini gengsi klo digadein bisa dapet logam mulia kayaknya.

Suami yang minta maaf
Adakalanya begini wkwkwkwkwwk. Jadi yang bikin salah siapa yang minta maaf siapa. Ini biasanya kalau saya juga gak mood kode kodean sama suami. Jadi, daripada rongseng, mending ya doi minta maaf duluan.

Mungkin sebagian orang bilang “Ribet amat sih tinggal bilang maaf doang”. Oh, kalau saya memang tidak semudah itu Marimar. Saya bahkan butuh waktu untuk bisa ‘cair’ lagi setelah fase minta maaf. Saya pikir, progressnya sudah lumayan sih daripada dulu-dulu. (Empowering myself) hehe.

Itu tadi cerita aneh keluarga saya yang baru berjalan 6 tahun. Masih pake kode. Meskipun tahu ini tak baik. Tapi, usaha boleh kan ya.

Buibu punya pengalaman juga tentang maaf memaafkan begini? Sharing yuk…

salam,





Tips Komunikasi dengan pasangan

6 komentar

Tulisan ini awalnya mau ngomongin tentang tips ngobrol sama suami. Setelah dipikir pikir, kok kayaknya, istri aja ya yang berjuang buat komunikasi. Padahal, makna komunikasi itu kan dua arah. Jadi dua-duanya musti ada usaha untuk menyamakan frekwensi. Biar apa? ya biar yang ingin disampaikan bisa dipahami lawan bicara. Baik suami atau istri. Jadi, setelah selesai beberapa paragraf nulis ini, saya ubahlah jadi, komunikasi dengan pasangan. Keknya lebih oke.

Sebelumnya, saya juga mau disclaimer dulu. Saya ibu rumah tangga nyambi olshop dan ngeblog.


Suami saya pekerja kantoran. Latar belakang ini perlu saya sampaikan lebih dulu. Karena, beda peran, pasti tipsnya juga gak sama. Misalnya, jika suami dan istri sama-sama bekerja diluar.

Tapi pada setuju dong buibu atau pak bapak, kalau komunikasi itu penting banget. Apalagi yang sudah berkeluarga dan punya anak. Jangan sampai karena kesibukan masing-masing, komunikasi hanya dilakukan dengan mata batin. Seperti, “mustinya ngertilah”, “harusnya sudah tahulah” atau, trawangan lain yang bisa dipastikan banyak miss-nya daripada benernya.

By the way, meskipun tulisan ini dibuat oleh istri, yaitu saya, tapi semoga juga bisa mewakili hati bapak-bapak untuk berkomunikasi dengan istrinya. Intinya sama kok, kerjasama kedua belah pihak untuk saling mengerti dalam menyampaikan sesuatu.

Sebelum lanjut ke tipsnya, saya mau curhat dikit boleh dong buibu.

Jadi begini…

Ngobrol dengan suami itu susah susah gampang. Mungkin ini juga yang dirasakan suami waktu ngobrol sama saya, istri tercintanya. Susah susah sulit hehehe. Ada saja yang bikin gak klop atau bahkan berujung pada debat kusir. Bukannya menyampaikan uneg-uneg, eh malah dapat masalah baru. Duh!

Ternyata, ‘Isi’ kepala antara laki-laki dan perempuan memang beda. Laki-laki lebih menggunakan logika sedang perempuan pake perasaan. Tentu, ini ngaruh ke model komunikasi keduanya.

Suami saya misalnya, suka to the point, gak bertele-tele, langsung ke pokok masalah. Sedangkan saya, biasanya musti ada muqoddimah dulu bareng sejam dua jam, lalu inti, dilanjut penutup wkwkwk. Dikira pidato.

Semakin kesini, saya pikir, kita butuh solusi. Supaya komunikasi tetap berjalan dengan baik. Apa yang disampaikan, bisa difahami bersama. Tak ada yang merasa tidak didengarkan, atau merasa superior dari yang lain. Perasaan-perasaaan semacam ini juga berpengaruh pada proses komunikasi yang ingin dibangun.

Lalu, apa saja yang musti diperhatikan saat mau berkomunikasi dengan pasangan (suami atau istri)

1. Berbeda

Sadari dari awal, bahwa otak perempuan dan laki-laki itu berbeda. Ini akan mengurangi anggapan bahwa ‘saya paling benar’ atau ‘kamu pasti salah’ dalam sebuah komunikasi. Karena suami itu unik, demikian juga istri. Perbedaan ini given, bukan yang dibuat buat. Jadi, pastikan saling mengisi, memahami bukan menghakimi.

foto: google

Memahami bahwa kita berbeda ini juga bisa menipiskan superioritas. Jangan pernah beranggapan bahwa ‘saya paling berjasa’ atau ‘kamu tak berkontribusi apapun’. Ini sungguh akan membuat komunikasi sia-sia belaka. Sekeras apapun mencoba, hasilnya nihil. Karena komunikasi dengan pasangan bukan soal siapa yang menguasai podium atau bagian tepuk tangan. Ini soal menyamakan persepsi, menyampaikan rasa, lebih jauh, menyelesaikan masalah, jika ada.

2. Dengarkan

Mendengar adalah koentji. Dalam status hubungan apapun, mau mendengar itu penting. Tanpa ada niat untuk interupsi atau menjawab. Iya, hanya dengan mendengar. Give him or her attention. It means alot.

3. Suasana

Untuk membangun komunikasi yang baik tentu diperlukan waktu dan suasana yang pas. Tidak perlu harus ke alam terbuka dengan dua kursi taman, sambil minum teh hangat. Ya kalau bisa sih gak papa. Tapi, di meja makan juga oke. Atau pas lagi masak, lalu ngobrol tentang anak atau kerjaan asik juga. Yang pasti, buibu sendiri yang tahu kapan waktu yang pas buat ngobrol tentang sesuatu. Keluh kesah pekerjaan rumah, tentang anak, pekerjaan, dan seabrek to do list yang musti dikomunikasikan dengan pasangan.

Lihat juga mimik muka pasangan, kalau memang sedang tidak mood buat ngobrol suatu tema, bisa di switch dengan tema lain atau akhiri saja perbincangan. Ganti dengan joke-joke ala bapak-bapak atau obrolan ringan lainnya. Kek gini wkwkwkwk


4. Distraksi

Hindari ngobrol sambil nonton tv atau pegang hp. Singkirkan semua yang berpotensi mendistraksi komunikasi. Fokus pada pasangan. Bahasa tubuh juga sangat berpengaruh, apakah komunikasi ini akan berjalan lancar atau tidak. Seperti, sambil nyender di pundak suami, pegang tangan atau tatap matanya saat ngobrol. Duh, jadi pengen hihihihi.

5. No texting
brillio.net
Hindari ngobrol serius via text. Wa, line, sms atau apapun berupa tulisan. Karena salah tanda baca, bisa berakhir bencana. Salah nempatin titik sama koma aja bisa beda arti. Meskipun sekarang sudah tersedia berbagai macam emoticon. Itu tidak bisa menggantikan senyum tulus, ngakak wekaweka atau bahkan derai air mata. Usahakan bertatap muka. Sekesel apapun kita. Semakin cepat diobrolin semakin baik. Daripada dipendem bakal jadi penyakit. 

Ngobrol via text bisa dipake buat “pak, nitip nasi goreng ya, pedes karet dua” atau “are u oke?” kalau bapaknya udah ngeluh gak enak badan sejak mau berangkat ngantor atau istri lagi mens hari pertama. Rasanya nyes bu, pak. Atau kata-kata so sweet seperti “buk, aku pulang cepet, ada maem dirumah?” (ini sweetnya dimana ya wkwkwk).

Dari kelima tips tadi, mana yang paling susah bu? eh digantilah pertanyaannya. Mana yang paling mudah?. Lakukan. Siapa dulu? Kamu. lalu? Kamu. trus? Ya kamu. siapa lagi ah elah. Siapapun yang membaca ini suami atau istri, atau yang mau jadi suami atau istri, mulailah dari diri sendiri. Hindari berpikir ‘saya paling banyak berusaha’ atau ‘kamu tidak melakukan apa-apa’. Perasaan seperti ini, percaya deh, gak akan membawa kita kemana mana kecuali bencana yang lebih besar.

In relationship, when communication starts to fade, everything else follows.

Buat buibu atau pak bapak yang lagi berusaha untuk memperbaiki model komunikasi atau yang sedang bermasalah dengan komunikasi dengan pasangan, semangat ya. Karena ini bukan lagi tentang aku kamu, ini tentang kita.
Share yuk pengalaman komunikasi sama istri atau suami.


Salam,