Tampilkan postingan dengan label bisnis. Tampilkan semua postingan

Membangun habit investasi

Tidak ada komentar

pixabay
Beberapa minggu ini saya sedang bersemangat belajar tentang investasi. Secara membabi buta follow akun-akun finansial planner. Baca artikel-artikel keuangan. Influencer-influencer yang berbagi tips seputar keuangan saya follow juga. Anak-anak muda yang udah jago investasi sejak dini, tak luput dari pantauan saya. Pokoknya ini otak isinya investasi mulu hehehe

Salah satu yang paling hits @jouska_id. Kumpulan finansial planner yang gak menjual mimpi. Sangat realistis menurut saya. Ada juga tips-tips sederhana nan menculek mata untuk mengelola keuangan ala ibu rumah tangga dari mbak @rindasukma_. Lain hari, ikut webinar dari @Orami tentang cara pintar mengatur keuangan rumah tangga. Langsung diampu oleh mbak @bunga_mega. Bahasannya khas ibu-ibu. Sangat mudah dipahami. Apalagi buat emak-emak newbie investasi kayak saya. Dan sederet akun finansial planner lainnya.

Melek investasi sih udah lama sebenernya, tapi entah kenapa akhir-akhir ini, ghirohnya beda. lapar banget gitu klo ngomongin soal investasi. Jadi semua kayak berasa enak aja dilahap. Pokoknya, yang bau-bau ngatur duit saya follow dah hahaha…

Tapi nih kadang saya itu suka rakus klo pas lagi suka sesuatu. Klo denger investasi ini pengen coba. Kalau ada itu, pengen buru-buru kesana. Masalahnya, yang buat invest ini lo belum nyatah sodara-sodara. Jadi, memang masih dalam bayangin pengin ini dan itu.

Minggu lalu, saya curhatlah sama pak suami. Saya sering forward feed ig para finansial planner ke paksu. Atau kirim-kirim artikel via email biar bapaknya juga ikut-ikutan on fire kayak saya. dan seperti sudah saya duga sebelumnya, doi cuma manggut-manggut saja. Entah setuju entah gak punya waktu buat mikir ini itu. Ya soalnya kerjaan di kantornya lagi bener-bener ribet. Oke kita tunda obrolan ini. Tapi saya tetep bombardier sama artikel-artikel finansial hahaha…

Sepertinya paksu sudah mulai gemas dengan saya. Yang secara membabi buta pengin buru-buru investasi endebra endebre. Jadilah kemarin malam kita ngobrol serius tentang investasi. Kita ulik-ulik lagi, management amplop yang selama ini kita gunakan. Oiya sekedar informasi, saya ibu rumah tangga nyambi online shop. Sedangkan suami kerja di salah satu perusahaan event organizer di Surabaya. Hasilnya?! Begini

Don’t be living in someone else's life

Dari berbagai artikel yang kami baca, polanya sebenarnya sama. Solusinya sebenarnya mirip-mirip sih. Berani memulai, menyisihkan sekian persen untuk ini dan sekian sisanya untuk itu. Tapi kondisi masing-masing orang beragam. Nah, tips-tips itu bisa dibuat rambu-rambu. Jika sudah jauh melenceng, kita bisa tahu jalan, ke arah mana perlu diluruskan. Intinya, kita punya kondisi keuangan yang berbeda. Tentu, model, bentuk, sampai kapan memulai itu juga gak bakal sama. Kalau mau disamakan, ya bakal susah sendiri. Don’t be living in someone else's life. Berats….

By the way, investasi yang saya maksud disini ada banyak. Mulai saham, reksa dana, deposito, emas dll. Selama ini kita hanya mengandalkan menabung konvensional untuk biaya pendidikan anak saya. itu juga kadang campur sama uang sisa bulanan, atau uang jatah buat orang tua. Intinya, masih blepotan sana sini.

Saya lebih cenderung ke reksa dana untuk memulai langkah awal ini. Tujuanya untuk dana pensiun. Biar anak saya nanti gak jadi generasi sandwich. Selain itu juga punya cita-cita investasi jangka menengah untuk pendidikan anak kedua. Dan jangka panjang untuk pendidikan anak pertama.
Masalahnya, kadang saya menyamaratakan kemampuan saya dengan apa-apa yang ada di artikel. Ini sah-sah saja sih sebenarnya. Cuma kurang realistis. Ada banyak batasan yang saya dan paksu miliki untuk memulai investasi. Reksa dana misalnya. Duitnya belum ada bro hahaha. No, bukan itu sih problem terbesar. Kita belum puya habit berinvestasi.

Habit

Habit atau kebiasaan ini memang butuh usaha. Tidak hanya dalam diri sendiri, tapi juga dari lingkungan. Nah gak mungkin dong saya ngotot sendiri untuk menyisihkan uang, tapi paksu masih melihat ini belum terlalu urgent, atau belum masuk itungan?!

Pada akhirnya kita sepakat untuk memulai. Apa itu?! kebiasaan berinvestasi. Jangan dulu sebut bentuknya apa. tapi menyisihkan sebagian income diluar gaji bulanan itu perlu. Penting bahkan. Anggap saja uang hilang.
pixabay
Fyi, kerjaan sebagai EO, selain gaji bulanan, honor per event juga ada. Selama ini, honor bisa habis entah kemana. Buat hobinya paksu atau kebutuhan lain yang biasanya lebih masuk ‘foya-foya’ sekeluarga wkwkwk… Apalagi saya, kalau tahu suami dapet honor, seringan copy paste nomor virtual account. Kan boncos pemirsa hahaha…

Kita sepakat nih buat ngencengin ikat pinggang. Sembari terus menambah ilmu tentang investasi. Dan memulai lagi bisnis online shop saya dengan lebih serius. Menambah income.

So, habit ini perlu dibangun dan diusahakan. Terlambat?! Bisa dibilang iya. Tapi better late than never kan?!

Sabar

Ini nih yang sulit sebenernya dari berbagai tips investasi. Sabar memang gak bisa dibangun dalam semalam. Butuh latihan. Bahkan, kita seperti harus jatuh dulu untuk mengukur nilai kesabaran. Sama dengan investasi. Hasilnya gak bisa ‘mak bedunduk’ ada. Bisa-bisa kalau gak sabaran, kena investasi bodong dengan iming-iming return gede. Bukan untung malah buntung.

Sabar yang kedua adalah menyisihkan uang yang didapat tiap bulan. Baik dari gaji bulanan maupun income diluar itu. Sabar menunggu sampai benar-benar, prioritas yang kita tetapkan di awal gak belepotan cuma gara-gara pengin invest ini itu.

Seperti, dari awal menikah kita sudah sepakat untuk tetap memberikan jatah bulanan ke orang tua. Tapi, sampai saat ini kita baru bisa ngasih setahun sekali pas lebaran. Duh! Atau kadang kalau pas ada rejeki, kita bagi buat orang tua. Nah, jangan sampai tujuan ini lolos cuma gara-gara kita, eh saya heboh sendiri pengin investasi.

Begitu kira-kira obrolan malam kita selepas berbuka. Berat yes. Tapi memang harus dimulai kok. Dari sejak kita sadar, ada sesuatu yang kurang bener selama ini. segala macam tips-tips investasi maupun financial planner akan sia-sia belaka jika tak berani terbuka. Dan memulai semuanya dari awal, sesuai kondisi dan kesepakatan bersama.

Kata jouska sih, money is more taboo than sex. Betul juga. Klo ngomong soal sex, paksu nyambung amat disegala situasi. Giliran ngomongin investasi, musti re-schedule sampai benar-benar lowong hati dan pikirannya. Hahaha… tak apa bu. beginilah seninya berkeluarga. Semuanya harus klop di waktu dan situasi yang tepat. Kalau gak, mau ngomong sepenting apapun, bakal kabur diterpa angin lalu.

Kalau buibu, sudah invest apa aja? Sharing yuk…

belajar bisnis dari emak

Tidak ada komentar

Saya dilahirkan dari keluarga yang tak jauh-jauh dari yang namanya dagang. Bapak dan ibu saya seorang pedagang baju di pasar wage Tulungagung. Keduanya merintis usaha itu dari nol. Bapak bekerja sebagai tukang potong baju di konveksi yang cukup besar di Tulungagung. Sedang ibu, berdagang keliling dari pasar ke pasar, untuk memasarkan baju yang ia ambil dari bos konveksi. Waktu berlalu, hingga keduanya bisa membuat usaha konveksi sendiri di rumah dan membeli kios di pasar.

Usaha yang dirintis berdua terus berkembang. Pesanan baju dalam jumlah besar dari luar pulau jawa mulai berdatangan. Roda berputar. Hingga suatu hari, krisis 1998 mulai meredupkan usaha. Gempuran baju murah impor, kain murah, dan pasar yang mulai lesu membuat sedikit demi sedikit orderan berkurang. Saya tak ingat apa penyebabnya. Tapi kemudian bos besar di daerah Surabaya yang biasa memesan baju untuk dikirim ke luar pulau memutus kerjasamanya.

Cobaan terus datang. Bapak sakit, dan meninggal akibat kanker otak stadium IV saat pemilu 2009. Praktis, kebutuhan keluarga hanya disuplay dari satu orang, ibu. Padahal kami berempat masih sekolah. Saya dan adik saya sedang menamatkan kuliah, dua sisanya masih duduk di bangku sekolah dasar. Roda kembali berputar.

Ibu terus berusaha mencukupi segala kebutuhan. Bangun lagi, dan mulai berjalan. Saat ini, ia menjadi buruh konveksi besar di Tulungagung. Baju yang sudah dipotong, ia ambil untuk dibagikan kepada penjahitnya yang masih tersisa. Tanpa resiko, begitu katanya. Begitu seterusnya. Selain itu, sudah sejak lama ibu menerima order baju seragam TK Muslimat. Karena ia juga seorang guru disana. Baginya menjadi guru itu bukan pekerjaan. Itu hobi, hiburan, ladang ibadah. Kalau kerja ya dirumah, njahit. Sesederhana itu.

***

Singkat cerita, lulus kuliah, saya diterima bekerja di salah satu stasiun tv local di Surabaya. Selang setahun bekerja, saya kepincut bikin usaha. Tak jauh jauhlah dari dagang. Jualan nasi kepal kekinian, sego njamur. Keinginan membuka usaha ini tak sampaikan sama ibu. Tanpa ba bi bu, blio mengiyakan plus modal hihi… sayapun membeli franchise sego njamur dari mahasiswa ITS. Entah kenapa, Ibu semacam selalu punya energy tambahan kala denger peluang usaha baru. Meskipun di awal saya sempat ragu, tapi katanya, segala usaha punya resiko. Tak berani ambil resiko, tak akan kemana mana. Suntikan energy itu yang kemudian membulatkan tekad saya untuk memulai bisnis. Hasilnya?! Pailit. Saya bangkrut. Uang hasil penjualan dibawa kabur penjaga warung yang sudah saya percaya. Marah?! Gak. Sesekali ibu bertanya dan saya jelaskan. Setelah itu tak pernah bertanya lagi. Padahal cicilan modal ke ibu baru dibayar 3 kali hihihi.

Bagi ibu, gagal itu pelajaran yang luar biasa. Belajar segalanya. Mungkin dia tahu anaknya yang satu ini gak suka penjelasan panjang lebar tentang usaha. Jalani, rasakan, belajar, gagal, bangun lagi. Begitu mungkin logikanya. Tapi ya namanya manusia mosok gak ada galau-galaunya. Ada, pasti. Saya belajar banyak sekali dari ibu. Blio orang yang lihai mengatur mood. Kalau penat dengan pekerjaan rumah dan usahanya, keluar. Ketemu sama temen-temenya di pengajian atau khataman Quran. Atau ketemu dengan temen-temenya di organisasi. Ibu kebetulan aktif di muslimat. Mobilitasnya sebagai emak-emak memang josss…

Begitulah caranya menghadapi keruwetan hidup. Banyak masalah dalam hidup, tapi jauh lebih banyak cara untuk menertawakannya. Keluar dan bersenang senanglah sesuai seleramu.

Selepas resign dari pekerjaan sebagai detektif partikelir di salah satu stasiun tv local di Surabaya, saya mulai merintis usaha. Ternyata, keinginan membuka usaha juga didukung lagi oleh emak saya. Setelah mendapat lampu hijau dari suami, saya mulai berdagang online. Cara ini sangat masuk akal saat itu, karena tak meninggalkan rumah. Kebetulan anak saya juga butuh perhatian khusus.

Mendapat modal usaha dari suami, mulailah saya membeli baju dari beberapa distributor, via online. Selang beberapa waktu, Alhamdulillah saya kena tipu lagi. Uang sudah disetor, tapi barang tak kunjung sampai. Akhirnya saya marah sama diri sendiri, teledor, grusa-grusu, gak pikir panjang dan seterusnya dan seterusnya. Ditambah lagi akun facebook saya sebagai garda depan penjualan, kena blokir om Mark. Lengkap sudah… setelah cerita ternyata pak suami gak marah, malah bilang “kurang sedekahe”. Yasudah saya tertawa lagi. Menertawakan diri sendiri yang mulai gak lucu.

Setelah menunggu cukup lama, menunggu ada dana lagi hehe… saya mulai membuat pasar baru. Akun fb baru, fp plus instagram untuk jualan. Kali ini saya mencoba mmebuat baju sendiri. Kebetulan usaha konveksi ibu masih berjalan. Setelah mengungkapkan keinginan, seperti yang sudah diduga, emak saya mengiyakan untuk bekerjasama. Kain yang saya beli via online, saya kirim ke Tulungagung untuk dibuat model baju yang saya contohkan. Tak banyak, awalnya cuma 2m dan laku. Ketagihan, saya putar modal untuk membeli kain lebih banyak. Begitu seterusnya hingga sekarang.
Lebaran tahun ini memberi berkah tersendiri. Dagangan laris manis kembang kimpul. Tapi tiba-tiba ibu saya mengingatkan “dagangan laris ki cobo (cobaan). Kamu lebih milih keluarga apa dagangan”. Jleb. Seketika saya mikir. Bentar aja, gak lama, trus dagang lagi hehe…

Emak saya memang bukan lulusan sarjana. Blio menamatkan sma kemudian menikah. Sekarang, diusianya yg lebih 40 tahun, ia memutuskan untuk sekolah lagi. Sampai sekarang. Mungkin itu adalah salah satu cara memelihara mood diusianya. Belajar adalah cita-cita besarnya sejak awal. Saya tahu, ibu adalah pelajar gaek. Dia banyak belajar dari kehidupan. Semua orang mungkin bisa. Tapi yang mau menerapkan pelajaran yang sudah didapat dengan konsisten dan ikhlas, bisa dihitung jari.
Pelajaran berharga dari emak saya adalah, jangan takut melangkah. Diam membuatmu tak akan pernah kemana-mana. Semua yang dilakukan dan diusahakan punya resiko masing-masing. Hadapi. Tak ada cara menyelesaikan masalah dengan lari. Kalau jatuh, satu-satunya obat adalah berdiri. Berjalanlah, cari pelipurmu sendiri. Dan yang terpenting, menunduklah. Jalanmu ada di bawah. Dan akan selalu di bawah. Berhentilah mengeluh. Itu tak akan merubah apapun. Terus bersyukur, tak ada yang membahagiakan dan melegakan di dunia ini selain bersyukur.


Ibu saya tak pernah bicara seperti itu dengan anak-anaknya. Tapi saya melihat, merasakan, mengamini, kemudian mencoba mencontohnya. Belum semua. Masih jauh. Tapi bukankah kita diberi kesempatan untuk terus belajar?! Apapun, dimanapun, kapanpun. Sehat terus mak. Biar bisa terus jalan-jalan dan tertawa bersama.