Produktif versi irt

14 komentar


Saya pernah bekerja sebagai jurnalis tv di salah satu stasiun tv lokal di Surabaya. Kebayang kan, bagaimana ritme kerja seorang wartawan tv. Kejar-kejaran deadline tiap hari. Menembus macetnya Surabaya. Apalagi liputan TKP, bikin jantung nyut nyutan. Ambil gambar, nulis naskah, kadang voice over, repeat. And I’m very very happy with that. Dulu, gak bisa membayangkan bisa lepas dari rutinitas itu semua.

Dan walla! tahun ketiga bekerja, saya menjadi ibu rumah tangga. Resign kerja sekitar 7 tahun lalu. Memutuskan berhenti karena kehamilan pertama agak bermasalah.


Ya gimana lagi harus milih dong anak atau kerjaan. Saya pilih anak. Berat sekali di awal. Kehilangan networking, tak bisa aktualisasi diri, ‘diem’ dirumah, gak dikejar deadline lagi hahay.

Ritme kerja yang awalnya begitu cepat, tiba tiba musti duduk syantik sambil nyamil kacang godog. Berjibaku dengan urusan rumah yang tak ada habisnya. Kalau perlu nambah 30 jam sehari. Sekali dua kali sih nyaman, lama-lama bosen juga.


Oke, ini tidak bisa dibiarkan. Rasa bosan, insecure, merasa tak berguna, dan tidak melakukan apa-apa, harus dihilangkan. Ganti dengan kalimat-kalimat positif seperti ‘Saya ibu yang baik’. ‘Saya ibu dan istri yang hebat’. ‘Saya punya kendali atas diri saya’. ‘Saya cantik pake daster’. ‘Saya bisa melakukan pekerjaan rumah plus ngurus anak tanpa drama’. Berhasil??? Gak.

Pikiran negatif selalu nemplok. Apalagi kalau sudah capek dan merasa give up dengan apa yang dikerjakan sehari-hari. Seperti gak selesai selesai. Gak ada hari libur. Rehat adalah mitos. Nyisir rambut aja musti ada jadwal. Dan seabrek to do list yang harus diselesaikan. Malah lebih gila ya ritme kerjanya dari jadi wartawan hehehe.

Nah, akhir-akhir ini saya kembali terganggu dengan istilah produktif ala ibu rumah tangga atau bahasa kerenya stay at home mom (SAHM). Dari beberapa grup ibu-ibu dengan berbagai platform (blogger, komunitas menulis, bisnis), produktif refers to cuan, cuan, repeat. Artinya, ibu rumah tangga juga musti bisa menghasilkan duit meskipun cuma dari rumah. Ya gak salah sih, saya juga pernah mikir begitu. Apalagi saat baru resign. Mau minta duit ke suami kayaknya berat gitu.

Ya meskipun saya punya privilege untuk memilih, tetap saja, insecure itu ada.

Awalnya saya manggut-manggut saja. Tapi trus kok jadi kayak saya dikejar target penghasilan ya. Apalagi setelah mulai aktifin lagi blog yang udah tiga tahun berlumut. Mantengin lomba-lomba blog, ikut campaign kerjasama brand, dll. Anak? Dikantongin dulu hihihi.

Oke, kalau mengacu pada arti harfiahnya, menurut KBBI daring, produktif berarti mampu menghasilkan, mendatangkan manfaat, memberi hasil. Let’s ceck this out first

source: KBBI daring
Menjadi SAHM itu, pagi bangun masak. Beresin rumah yang berserakan mainan. Nglipet baju, sementara si kecil mengeluarkan baju dari lemari. Remah-remah makanan yang tak kunjung bersih, disapu berulang kali. Muncul ide mau nulis tema ini dan itu. baru mau ngetik, tangan diglendotin manja ala tarzan. Pernah begini bu? pernah dong. Kita tos dulu.

Dari hal itu saja, coba sebutkan mana yang tidak menghasilkan, mana yang kurang mendatangkan manfaat, dan mana yang tak ada hasil. Kalau nemu, tulis di komentar hehehe.

Well, saya gak sedang menyalahkan pandangan orang tentang produktif ala mereka. Tentang uang misalnya. Sah sah saja dong kalau punya anggapan seperti itu. Ini hanya pandangan saya saja, yang kadang merasa insecure dengan anggapan-anggapan yang jamak beredar.

Jadi, bukan saya tak setuju, hanya saja, perlu pendekatan yang lebih personal di tiap orang. Bukan hanya soal uang. Menghargai hasil ‘non materiil’ pun juga perlu didengungkan. Ini bukan juga soal pengakuan. Hanya agar, ibu-ibu di luar sana, bisa menghargai proses belajar mereka eh saya dirumah. Yang ‘hanya’ Kasur dapur dan sumur. Itu pelajaran gak ada berhentinya lo. Sehari 24 jam, setahun 365 hari.

Bahwa saya juga sedang belajar. Menyelesaikan masalah tanpa drama. Merapikan rumah tanpa kendala, dan tentu, untuk semua penghuni rumah yang nyaman sentausa.

Lalu, apa yang saya lakukan?!

Berhenti membandingkan!

Ini jadi cukup sulit karena naluriah. Coba deh, pernah gak dalam sehari kita gak membandingkan diri kita sama orang lain?!. Dari hal kecil saja, misalnya kita dengan 'tidak sengaja' membandingkan kemampuan anak kita dengan orang lain. seperti, "Kok anakku belum bisa baca ya, padahal anak itu sudah". Atau, "Mukaku kucel ya, gak kayak mbak Syahrini glowing kemana mana".

Apalagi jaman medsos kayak gini. Acara banding membandingkan jadi lebih mudah. Tinggal klik.  Tapi buibu, filter itu harus ada. Penting. Dan percayalah, SAHM yang punya cita-cita rumah tertata tanpa drama, sama ambisiusnya dengan liburan pake jet pribadi tiap bulan, meneruskan S2 dengan beasiswa ke LN, atau membangun gedung bertingkat. Jadi, gak ada critanya cita-cita yang terlalu rendah, atau terlalu ambisius dalam hal ini. Sama.

Kalau perlu, unfollow akun yang bikin insecure. Mereka-mereka yang ciamik di Instagram, bisa jadi, punya problem lebih besar dari sekedar nginjek lego anak pagi-pagi buta.

Bikin support system

SUAMI. Ini support system paling dekat dengan buibu. Komunikasikan dengan suami apa saja yang menjadi kekhawatiran ibu-ibu. Apa juga yang bikin ibu ngomel mrepet tiap hari. Cari solusi. Atau kadang, saya cuma butuh dipeluk tiap hari. Rasanya capek amblas. Dan segala babibu hari itu luruh. Apalagi ada tambahan, skinker yang habis apa sayang? Wkwkwkwkwkw

Kenapa bikin? Bukan nyari?. Karena sebenernya, jawaban solusi itu ada di sekitar kita. Gak kemana mana. Tinggal gimana membangun komunikasi yang baik.


Sadari batasan diri

Saya pernah ingin melakukan semua hal dalam satu waktu. Online shop baju, jual camilan via aplikasi, ngurus rumah, anak sehat, dan semua baik-baik saja. Apa yang terjadi? Gak ada yang kepegang! Jadi, mending fokuskan mana yang mau dibenahi dulu. Anak! Ya memang sekali lagi, saya punya privilege untuk memilih. Bahkan, pilihan itu sendiri adalah sebuah privilege. Tapi, mengetahui kemampuan diri sendiri itu penting. Bikin saya gak greedy. Lebih menerima diri sendiri. Tentu, bisa lebih fokus tujuan utama yang telah ditetapkan.

Bersyukur

Ini melegakan. Apapaun yang saya kerjakan saat ini, dalam kondisi apapun, di posisi manapun. Terima, syukuri. Dengan begitu, saya merasa lebih waras. Bisa berfikir terbuka dan membenahi apa-apa yang dirasa gak pada jalurnya.

Setelah itu semua bisa dilalui. Maka, saya bisa mendefinisikan produktif, sesuai posisi saya sekarang. lebih nyaman, sesuai porsi dan enak menjalankan semuanya. No drama-drama club. 

Produktif versi kamu apa bu? share di komentar ya J

Salam, 











14 komentar

  1. produktif versi saya bisa mendukung kegiatan suami dalam mencari nafkah karena kami buka usaha mebel bersama plus bisa ketawa hahahihi sama anak2 eeh

    BalasHapus
  2. "Bersyukur dan sadar akan kemampuan diri sendiri",suka banget kata katanya itu mba

    BalasHapus
  3. gak kebayangnya itu dari jurnalis ke ibu rumah tangga. tapi memang yang penting itu jangan membandingkan dan tetap bersyukur.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. siiip :-) sekarang sudah kebayang mbak akunya hehe

      Hapus
  4. Karena belum jadi irt, tp jadi pengurus rumah tangga, jadi disyukuri aja mbak. Menurutku, irt juga jenis pekerjaan. Tapi sayangnya banyak diantara kita yang menagnggap irt hanya sebagai ibu2 yang leha2 di rumah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yup, semangat menjalani hari ya mbak. semoga lelahnya jadi berkah amin.. :-)

      Hapus
  5. Saya juga sempat stress di awal2 jadi ibu rumah tangga. Merasa nggak berguna, nggak bermanfaat.

    Tapi seiring perjalanan waktu, dan bertambahnya usia, saya makin enjoy. Dan produktif versi saya sekarang, adalah mengantarkan anak2 saya yg sdh remaja dan menjelang remaja... Ke gerbang kesuksesan dunia dan akhirat. 😃

    BalasHapus
    Balasan
    1. kereeen... bismillah semoga saya juga bisa seperti itu ya mbak. :-)

      Hapus
  6. Produktif menurutku: rumah rapi, pengeluaran rumah tangga sesuai dengan kebutuhan, bisa nabung setiap bulan, dan perut suami buncit. Sederhana banget ya, Mbak. Hehehe. Yang paling penting tidak membandingkan apa yang aku punya dengan punya orang lain, supaya gak jadi iri dan bisa lebih bahagia.😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang sederhana itu sikapnya. goalnya tetap luar biasa :-) semangat menjalani hari mbak :-)

      Hapus
  7. Kita, IRT juga bekerja tp, di ranah domestik saja. Sedang produktif membangun investasi abadi, anak2 soleh soleha yang punya high bonding dgn ibu nya:)

    BalasHapus