Kemarin, saya pergi ke
dokter anak. Dua anak saya sedang sakit berjamaah. Penyakitnya hampir sama.
Batuk pilek, disertai demam tinggi.
Untuk Inara, flunya sudah
seminggu lebih. Saya pikir common cold biasa. karena memang cuaca sedang tidak
menentu. Lama-lama, suaranya ilang dong. Jadi suaranya kayak mbak Reza
Artamevia. Serak-serak berat. Lalu, badannya mulai sumeng.
Sedangkan masnya, nyusul
batuk berdahak. Grok-grok. Kayak ada biji kedondong dalam tenggorokan. Tangan
saya gatel pengen ngluarin tu dahak membandel. Batuknya bebarengan dengan flu
juga. Beberapa hari kemudian, badannya panas
Oke fix, kita ke dokter
sekeluarga.
Sebelum ke dokter saya
biasanya melakukan persiapan terlebih dahulu. Hal ini saya lakukan agar
hasilnya bisa maksimal dan memuaskan.
Nah, agar kunjungan ke dokter ini bisa efektif, efisien, hati tenang, anak tentram, saya melakukan hal ini
1. Obserasi keluhan anak
Sebisa mungkin pastikan mengingat
berapa lama anak sakit. Keluhan apa yang paling mengganggu. Berapa suhu badan
anak. Serta obat apa saja yang sudah diberikan untuk meredakan sakit yang di
derita. Biasanya memang dokter akan menanyakan hal tersebut.
Ini akan mempermudah dokter
melakukan diagnosa. Jika dokter yang dituju berbeda dengan dokter biasanya
karena satu dan lain hal, jangan lupa membawa rekam medis. Atau catatan tentang
riwayat penyakit yang di derita anak.
Ingat buibu, kita yang
paling tahu dengan kondisi anak. Dokter ‘hanya’ membantu memberikan diagnosa dari
keluhan yang kita sampaikan.
Saya biasanya akan cerita
detail. Dokternya saya ‘paksa’ mendengarkan saya tanpa jeda, sesaat setelah
bertanya “Anaknya kenapa bu”. Kalau ditulis bisa 1000 kata.
2. Cari informasi tentang penyakit
anak
Kelemahan saya saat anak
sakit adalah over thinking. Biasanya
saya akan mencari tahu penyakit anak via google, atau akun-akun dokter hits
yang bersliweran di Instagram. Lalu, melakukan diagnosa sendiri. Jadinya, saya panik
sendiri.
Nah, agar saya jadi
tenang, saya biasanya menanyakan temuan-temuan yang sudah saya baca tadi.
Misalnya, dua anak saya ini punya riwayat alergi. Maka, saya menanyakan ke
dokter apakah perlu tes alergi, agar saya tak perlu bolak-balik dokter
gara-gara anak-anak kecentok makanan pemicu alergi.
Menurut saya ini penting,
agar saya lebih tenang, dan bisa merawat keduanya tanpa khawatir berlebih.
Baca juga: Mata Anak Berair dan Belekan? Begini Kata Dokter
3.Catat pertanyaan
Daya ingat saya itu
payah. Biasanya saya sudah punya list pertanyaan yang saya siapkan dari rumah. Saya
ingat-ingat betul apa saja pertanyaan yang akan saya berikan pada dokter. Tapi,
waktu sampai di ruangan dokter, eh, lupa. Jadi, bagi yang punya kelemahan
serupa, sebaiknya, dicatat.
Ini juga menghindarkan
saya dari ‘rugi’ periksa ke dokter. Maksudnya, saya harus mendapatkan informasi
sebanyak-banyaknya dan sejelas jelasnya tentang kondisi anak. Maklum, saya
orangnya parnoan. Jadi, saya pasti punya banyak pertanyaan. Jika sudah
terjawab. Saya akan merasa lega. Kalau sudah lega, gak jadi rugi kan saya. Ini
namanya efektif dan efisien.
Beberapa pertanyaan yang
saya tanyakan ke dokter antara lain:
Apa diagnosa penyakit
anak
Apa penyebab sakitnya
Apa yang harus saya
lakukan untuk mencegah penyakit datang kembali
Obat apa yang harus
selalu ada di rumah. Ini lebih karena dua anak saya alergi. Jadi kalau pas
kecentok makanan pemicu alergi, saya bisa melakukan tindakan cepat agar efek
alergi tidak menjalar kemana-mana.
Apakah saya perlu tes
alergi? (pertanyaan ini saya dapat saat browsing dan ngobrol sama komunitas
ibu-ibu dengan anak alergi di wa grup). Ini perlunya mencari informasi
sebanyak-banyaknya mengenai penyakit yang di derita anak.
Jawabnya
Dua anak saya kena radang
tenggorokan. Dan harus mendapat antibiotik. Menurut dokter, batuk pilek yang di
derita karena alergi. Saya harus mulai lagi dari nol untuk mengeliminasi
makanan yang dikonsumsi. Maklum, saya lupa, makanan apa yang bikin mereka
berdua duet sakit.
Obat anti alergi, musti
ada dirumah. Selain parasetamol.
Menurut dokter, saya
tidak perlu melakukan tes alergi. tes alergi melalui cek darah atau sayatan di tangan bisa dilakukan saat usia anak 5 tahun. tapi, itu tidak perlu dilakukan.
selain mahal, tes alergi diperuntukkan untuk anak dengan riwayat alergi parah.
Untuk anak saya, termasuk alergi ringan. Batuk, pilek demam. Jadi, eliminasi
makanan adalah cara paling mudah dilakukan.
Baca juga: Camilan HomeMade Untuk Anak Alergi
Kenapa tes alergi dilakukan
minimal di usia 5 tahun? karena alergi pada anak di bawah usia tersebut
biasanya masih berubah-ubah. Dan bisa sembuh saat usia bertambah. Jadi, semacam
‘percuma’ melakukan tes alergi di bawah usia tersebut. Ini berlaku untuk anak
dengan alergi ringan seperti anak saya. kalau sudah mencapai tingkat parah,
segera konsultasikan ke dokter.
4. Tanya detail obat apa
yang diberikan
Biasanya saya akan
bertanya obat apa saja yang akan diberikan. Berapa lama obat tersebut
diberikan. Jika tidak habis, apakah masih bisa dikonsumsi lain kali. Berapa
lama obat tersebut bisa bertahan sesaat setelah dibuka. Apakah jika sudah
sembuh, obat harus terus diberikan. Untuk obat panas misalnya. Apakah perlu antibiotik?
Jika perlu kenapa?
Menurut saya ini penting.
Agar saya lebih aware dengan
obat-obatan yang dikonsumsi.
5. Minta kontak dokter
Biasanya dokter akan
memberikan informasi kontaknya. Agar bisa berkonsultasi tentang perkembangan
anak saat masa pengobatan. Jangan lupa tanyakan, sms seperti apa yang bisa
mengingatkan dokter dengan anak ibu. Biasanya, dokter kan banyak pasien. Siapa
tahu ada beberapa nama anak yang sama dengan nama anak buibu sekalian.
Kemarin, saya berkunjung
ke dokter Martha, SpA. Beliau praktek di RS Mitra Keluarga Waru Sidoarjo.
Orangnya cerewet. Saya suka. Meskipun agak galak.
Beliau memberikan kontak
via sms. Entah kenapa di jaman sekarang, dokter Martha lebih memilih
berinteraksi dengan pasien via sms, alih-alih wa atau line. “Sms saja ya bu”. Begitu
beliau berkata sambil menyodorkan kartu nama. Tak lupa mimik wajah seolah
berkata “Sms aja! Jangan telpon!” hahahaha. Tapi, beliau selalu merespon dengan
baik.
gift: Animasi.org |
Yang perlu diingat,
dokter juga manusia. Jadi, jika tidak ada sesuatu yang darurat, hubungilah di
jam kerja. Menurut saya lebih baik.
Tapi, saya tidak tahu
apakah semua dokter akan melakukan treatment
serupa terhadap pasiennya. Barangkali, kebijakan rumah sakit juga berbeda.
6. Bawa perlengkapan bayi
dan anak
a. Baju ganti dan printilan
anak
Saya biasanya membawa
popok sekali pakai untuk Inara. Sedangkan masnya, saya bawa celana dalam dan
celana ganti. Siapa tahu, saat menunggu giliran periksa, Inara BAB atau masnya
pipis di celana karena nahan pipis.
Selain itu, bawa juga
mainan kesukaan anak untuk mengalihkan perhatian saat anak bosan menunggu. Biasanya
butuh 30 menit sampai satu jam menunggu giliran periksa.
b. Bawa bekal camilan
Dua anak saya ini
ngemilnya juara. Biasanya saya akan bawa camilan yang mudah dibuat. Seperti roti
selai, sosis goreng, kentang goreng, biskuit, atau jagung manis. Tidak lupa air
putih. Sudah kayak mau piknik ya bu. Karena kalau dua anak ini rewel, bisa
dipastikan mereka lapar dan butuh camilan.
Ada sih, kantin rumah
sakit, tapi mahal. Selain itu, tidak semua boleh dimakan anak alergi kayak
mereka berdua. Paling aman dan hemat ya bawa sendiri dari rumah. Anak senang,
ibu tenang.:-)
Nah, itu tadi persiapan
yang perlu dilakukan saat pergi ke dokter. Bisa jadi berbeda dengan yang biasa
buibu lakukan. Ada yang kurang? Sharing yuk…
Dulu belom zaman internet ada bukunya ttg tanya jawab dengan dokter, isinya bagus banget seputar pertanyaan orang tua kepada dokter ttg anaknya yang sakit. Padahal itu complie di forum tapi jadi buku yang bagus. Srkg mah alhamdulillah source kesehatan banyak dari blogger seperti ini ya.
BalasHapuswah... bisa jadi ide antologi ini bang hehehe. terimakasih sudah membaca, semoga bermanfaat :-)
Hapus