Pengalaman Ibadah Mandiri Saat Ramadan Ditengah Pandemi

Tidak ada komentar


Puasa Ramadan tahun ini memberikan pengalaman tak biasa. Virus covid-19, menjadi alasan utama. Berdiam dirumah, menjaga jarak aman dengan orang lain, dan tetap wasada saat harus keluar rumah.

Bisa dibayangkan, bagaimana sepinya Ramadan tahun ini tanpa mendengar anak-anak berlarian di masjid saat tarawih. Tidak ada kentongan keliling buat bangunin sahur, bahkan, tidak ada mudik saat lebaran nanti.


Lalu, apa hikmah dibalik puasa Ramadan tahun ini?

Mandiri

Dulu, saat Ramadhan, saya selalu njagakne (menggantungkan diri pada orang lain). Tarawih berjamaah dengan imam alim ulama. Bangun sahur saat sahur keliling mulai bergerilya membangunkan orang-orang. Bahkan untuk berdoa pun saya butuh imam dengan dalih lebih manjur doanya.

Saat tarawih di mushola, hanya sebatas gugur Sunnah. Kadang masih bolong. Shalat gak khusyuk, toh saya makmum, kan ngikut imam yang sudah mumpuni dalam beragama. Gak perlu takut gak diterima.

Setelah pandemi virus covid-19 menyerang, perubahan pun tak bisa dielakkan. Saya musti ‘berjuang’ sendiri. Mandiri. Shalat tarawih di rumah diimami suami, bangun sahur dengan alarm yang kadang bisa dimatikan dengan sekali sentuh, dan memanjatkan doa-doa sebisanya.

sumber: freepik
Allah memang sedang menguji hambanya dalam kesendirian. Melawan ego sendiri, berperang dengan kelemahan sendiri. Menghadapi musuh di depan kaca itu berat jendral! masih terus belajar tentang ini.


Aktualisasi Diri

Berada di rumah saja bukan berarti tidak melakukan apa-apa. Meskipun punya banyak alasan untuk leha-leha.

Aktualisasi diri gak melulu soal seberapa banyak karya yag kita telurkan. Atau seberapa sibuk kita untuk melakukan suatu pekerjaan duniawi.

Mencoba untuk mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa juga masuk kategori aktualisasi diri. Saya mulai membaca baca lagi kitab Majmu’ Syarif. Kitab ini isinya bermacam-macam. Mulai doa dan zikir, surah-surah utama dalam Al-Quran, sholawat dan tentu saja doa sehari-hari.  

Saya musti berjuang ‘sendiri’ untuk mendekatkan diri. Tidak menggantungkan diri pada makhluk. Begitu kata-kata bijak dari seorang guru. Berserah kepada sang Khaliq. Dengan cara masing-masing. Dalam kesunyian, kesendirian, ketidakmampuan, bahkan keputusasaan.

Mumpung masih dalam suasana Ramadan. Dimana doa-doa diijabah tanpa hisab. Agaknya, dua ‘temuan’ saya ini bisa digambarkan dalam puisi Gus Mus (Mustofa Bisri) tentang ibadah di tengah kondisi pandemi virus covid-19 ini.

TALBIYAH DALAM KESENDIRIAN

Tuhan,
Engkau sepikan tempat-tempat kesibukan kami
Engkau sunyikan tempat kami membanggakan jumlah
kelompok kami
Bahkan Engkau senyapkan rumah-rumahMu yang selama ini kami ramaikan hanya untuk memuja diri-diri kami
MengingatMu pun demi kepentingan kami sendiri.
Tuhan,
Bila ini bukan karena kemurkaanMu kami tidak peduli
Bila ini karena cinta dan rinduMu kepada kami
Bimbinglah kami
untuk segera datang, Tuhan, memenuhi PanggilanMu
Terimalah.
LabbaiKa Allahumma labbaiKa
labbaiKa lã syariika laKa labbaiKa
Innal hamda wanni'mata laKa walmulk lã syarìika laKa.

Selamat menjalankan ibadah puasa Ramadan dengan penuh kemesraan. Hanya kamu, dan Tuhanmu. Tanpa sekat, tanpa ‘tempat’. Menembus ruang dan waktu. Dalam kesendirian.

Saya bersyukur, bisa belajar banyak dari puasa bersama pandemi. Berdialog intim dengan Tuhan. Muhasabah diri. Bahwa selama ini, saya begitu pamrih. Hingga Tuhan benar-benar menghilangkan yang tampak. Untuk saya mencari yang tak tampak.


Semoga puasa hari ini bisa memberi hikmah untuk dapat bertemu kembali dengan puasa Ramadan tahun depan amin… tanpa covid-19 tentunya. 

Kalau kamu ada pengalaman apa? sharing yuk.. .







Tidak ada komentar