Kunjungan Ke Dokter Anak? Ini Yang Perlu Disiapkan

2 komentar


Kemarin, saya pergi ke dokter anak. Dua anak saya sedang sakit berjamaah. Penyakitnya hampir sama. Batuk pilek, disertai demam tinggi.

Untuk Inara, flunya sudah seminggu lebih. Saya pikir common cold biasa. karena memang cuaca sedang tidak menentu. Lama-lama, suaranya ilang dong. Jadi suaranya kayak mbak Reza Artamevia. Serak-serak berat. Lalu, badannya mulai sumeng.

Sedangkan masnya, nyusul batuk berdahak. Grok-grok. Kayak ada biji kedondong dalam tenggorokan. Tangan saya gatel pengen ngluarin tu dahak membandel. Batuknya bebarengan dengan flu juga. Beberapa hari kemudian, badannya panas

Oke fix, kita ke dokter sekeluarga.

Sebelum ke dokter saya biasanya melakukan persiapan terlebih dahulu. Hal ini saya lakukan agar hasilnya bisa maksimal dan memuaskan.

Nah, agar kunjungan ke dokter ini bisa efektif, efisien, hati tenang, anak tentram, saya melakukan hal ini

1. Obserasi keluhan anak

Sebisa mungkin pastikan mengingat berapa lama anak sakit. Keluhan apa yang paling mengganggu. Berapa suhu badan anak. Serta obat apa saja yang sudah diberikan untuk meredakan sakit yang di derita. Biasanya memang dokter akan menanyakan hal tersebut.

Ini akan mempermudah dokter melakukan diagnosa. Jika dokter yang dituju berbeda dengan dokter biasanya karena satu dan lain hal, jangan lupa membawa rekam medis. Atau catatan tentang riwayat penyakit yang di derita anak.

Ingat buibu, kita yang paling tahu dengan kondisi anak. Dokter ‘hanya’ membantu memberikan diagnosa dari keluhan yang kita sampaikan.

Saya biasanya akan cerita detail. Dokternya saya ‘paksa’ mendengarkan saya tanpa jeda, sesaat setelah bertanya “Anaknya kenapa bu”. Kalau ditulis bisa 1000 kata.

2. Cari informasi tentang penyakit anak

Kelemahan saya saat anak sakit adalah over thinking. Biasanya saya akan mencari tahu penyakit anak via google, atau akun-akun dokter hits yang bersliweran di Instagram. Lalu, melakukan diagnosa sendiri. Jadinya, saya panik sendiri.

Nah, agar saya jadi tenang, saya biasanya menanyakan temuan-temuan yang sudah saya baca tadi. Misalnya, dua anak saya ini punya riwayat alergi. Maka, saya menanyakan ke dokter apakah perlu tes alergi, agar saya tak perlu bolak-balik dokter gara-gara anak-anak kecentok makanan pemicu alergi.

Menurut saya ini penting, agar saya lebih tenang, dan bisa merawat keduanya tanpa khawatir berlebih.

Baca juga: Mata Anak Berair dan Belekan? Begini Kata Dokter

3.Catat pertanyaan

Daya ingat saya itu payah. Biasanya saya sudah punya list pertanyaan yang saya siapkan dari rumah. Saya ingat-ingat betul apa saja pertanyaan yang akan saya berikan pada dokter. Tapi, waktu sampai di ruangan dokter, eh, lupa. Jadi, bagi yang punya kelemahan serupa, sebaiknya, dicatat.

Ini juga menghindarkan saya dari ‘rugi’ periksa ke dokter. Maksudnya, saya harus mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dan sejelas jelasnya tentang kondisi anak. Maklum, saya orangnya parnoan. Jadi, saya pasti punya banyak pertanyaan. Jika sudah terjawab. Saya akan merasa lega. Kalau sudah lega, gak jadi rugi kan saya. Ini namanya efektif dan efisien.  

Beberapa pertanyaan yang saya tanyakan ke dokter antara lain:

Apa diagnosa penyakit anak

Apa penyebab sakitnya

Apa yang harus saya lakukan untuk mencegah penyakit datang kembali

Obat apa yang harus selalu ada di rumah. Ini lebih karena dua anak saya alergi. Jadi kalau pas kecentok makanan pemicu alergi, saya bisa melakukan tindakan cepat agar efek alergi tidak menjalar kemana-mana.

Apakah saya perlu tes alergi? (pertanyaan ini saya dapat saat browsing dan ngobrol sama komunitas ibu-ibu dengan anak alergi di wa grup). Ini perlunya mencari informasi sebanyak-banyaknya mengenai penyakit yang di derita anak.

Jawabnya

Dua anak saya kena radang tenggorokan. Dan harus mendapat antibiotik. Menurut dokter, batuk pilek yang di derita karena alergi. Saya harus mulai lagi dari nol untuk mengeliminasi makanan yang dikonsumsi. Maklum, saya lupa, makanan apa yang bikin mereka berdua duet sakit.

Obat anti alergi, musti ada dirumah. Selain parasetamol.

Menurut dokter, saya tidak perlu melakukan tes alergi. tes alergi melalui cek darah atau sayatan di tangan bisa dilakukan saat usia anak 5 tahun. tapi, itu tidak perlu dilakukan. selain mahal, tes alergi diperuntukkan untuk anak dengan riwayat alergi parah. Untuk anak saya, termasuk alergi ringan. Batuk, pilek demam. Jadi, eliminasi makanan adalah cara paling mudah dilakukan.

Baca juga: Camilan HomeMade Untuk Anak Alergi

Kenapa tes alergi dilakukan minimal di usia 5 tahun? karena alergi pada anak di bawah usia tersebut biasanya masih berubah-ubah. Dan bisa sembuh saat usia bertambah. Jadi, semacam ‘percuma’ melakukan tes alergi di bawah usia tersebut. Ini berlaku untuk anak dengan alergi ringan seperti anak saya. kalau sudah mencapai tingkat parah, segera konsultasikan ke dokter.

4. Tanya detail obat apa yang diberikan

Biasanya saya akan bertanya obat apa saja yang akan diberikan. Berapa lama obat tersebut diberikan. Jika tidak habis, apakah masih bisa dikonsumsi lain kali. Berapa lama obat tersebut bisa bertahan sesaat setelah dibuka. Apakah jika sudah sembuh, obat harus terus diberikan. Untuk obat panas misalnya. Apakah perlu antibiotik? Jika perlu kenapa?

Menurut saya ini penting. Agar saya lebih aware dengan obat-obatan yang dikonsumsi.

5. Minta kontak dokter

Biasanya dokter akan memberikan informasi kontaknya. Agar bisa berkonsultasi tentang perkembangan anak saat masa pengobatan. Jangan lupa tanyakan, sms seperti apa yang bisa mengingatkan dokter dengan anak ibu. Biasanya, dokter kan banyak pasien. Siapa tahu ada beberapa nama anak yang sama dengan nama anak buibu sekalian.

Kemarin, saya berkunjung ke dokter Martha, SpA. Beliau praktek di RS Mitra Keluarga Waru Sidoarjo. Orangnya cerewet. Saya suka. Meskipun agak galak.

Beliau memberikan kontak via sms. Entah kenapa di jaman sekarang, dokter Martha lebih memilih berinteraksi dengan pasien via sms, alih-alih wa atau line. “Sms saja ya bu”. Begitu beliau berkata sambil menyodorkan kartu nama. Tak lupa mimik wajah seolah berkata “Sms aja! Jangan telpon!” hahahaha. Tapi, beliau selalu merespon dengan baik.
gift: Animasi.org

Yang perlu diingat, dokter juga manusia. Jadi, jika tidak ada sesuatu yang darurat, hubungilah di jam kerja. Menurut saya lebih baik.

Tapi, saya tidak tahu apakah semua dokter akan melakukan treatment serupa terhadap pasiennya. Barangkali, kebijakan rumah sakit juga berbeda.

6. Bawa perlengkapan bayi dan anak

a. Baju ganti dan printilan anak
Saya biasanya membawa popok sekali pakai untuk Inara. Sedangkan masnya, saya bawa celana dalam dan celana ganti. Siapa tahu, saat menunggu giliran periksa, Inara BAB atau masnya pipis di celana karena nahan pipis.  

Selain itu, bawa juga mainan kesukaan anak untuk mengalihkan perhatian saat anak bosan menunggu. Biasanya butuh 30 menit sampai satu jam menunggu giliran periksa.

b. Bawa bekal camilan
Dua anak saya ini ngemilnya juara. Biasanya saya akan bawa camilan yang mudah dibuat. Seperti roti selai, sosis goreng, kentang goreng, biskuit, atau jagung manis. Tidak lupa air putih. Sudah kayak mau piknik ya bu. Karena kalau dua anak ini rewel, bisa dipastikan mereka lapar dan butuh camilan.

Ada sih, kantin rumah sakit, tapi mahal. Selain itu, tidak semua boleh dimakan anak alergi kayak mereka berdua. Paling aman dan hemat ya bawa sendiri dari rumah. Anak senang, ibu tenang.:-)

Nah, itu tadi persiapan yang perlu dilakukan saat pergi ke dokter. Bisa jadi berbeda dengan yang biasa buibu lakukan. Ada yang kurang? Sharing yuk…








Imunoterapi, Harapan Baru Bagi Penyintas Kanker

7 komentar


Almarhum bapak mengidap kanker otak stadium lanjut. Beliau meninggal 11 tahun lalu. Bulik saya, tahun lalu mangkat dengan diagnosis serupa. Kanker payudara stadium 4. Tahun sebelumnya, paklik saya, juga menghembuskan nafas terakhir dengan penyakit yang sama. Kanker pankreas. Diketahui sudah stadium lanjut.

Ketiganya punya pola yang sama. Diagnosa awal bukan kanker. Tapi setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan, kanker sudah menjalar kemana mana. Semuanya positif kanker setelah masuk stadium lanjut.

Bapak dan paklik saya melakukan proses pengobatan yang sama. Kemoterapi. Sementara itu, bulik saya, hanya melakukan pengobatan alternatif untuk kanker payudara yang di deritanya.

Di keluarga saya, pengobatan medis masih menjadi momok tersendiri. Takut dengan diagnosa dokter yang aneh-aneh. Dan sederet alasan lain untuk mangkir dari pengobatan medis. Bapak dulu juga pergi ke pengobatan alternatif selain juga melakukan tindakan medis untuk mengobati kankernya. Tapi, apa boleh dikata, kankernya sudah menjalar ke organ lain.

Cerita penyintas kanker di keluarga saya ini, membuat saya lebih aware. Kanker sendiri merupakan penyakit kronis yang menjadi salah satu penyebab kematian jutaan penduduk di dunia. Tahun 2018 saja, ada 18,1 juta kasus kanker di dunia dengan angka kematian sebesar 9,6 juta.

Di Indonesia sendiri, kanker merupakan penyebab kematian kedua penyakit tidak menular. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), prevalensi kanker di Indonesia mengalami peningkatan. Dari angka 1,4 per 1.000 penduduk di tahun 2013, menjadi 1,8 per 1.000 penduduk pada 2018.
insiden kanker di Indonesia | sumber: kalahkankanker.com
Kenaikan prevalensi penyakit tidak menular pada tahun 2018 ini berhubungan dengan pola hidup. Antara lain merokok, konsumsi minuman beralkohol, aktivitas fisik, serta konsumsi buah dan sayur.

Bagaimana kanker terjadi?

Menurut World Health Organisation atau WHO, kanker mengacu pada penyakit dengan karakteristik adanya perkembangan sel abnormal yang membelah diri diluar kendali. Ia memiliki kemampuan untuk masuk ke dalam jaringan tubuh normal di sekitarnya dan menghancurkan jaringan tersebut.

Kanker juga memiliki kemampuan untuk menyebar ke bagian-bagian tubuh yang lain. Walaupun ada berbagai macam kanker, semua jenis kanker pada dasarnya dimulai dari pertumbuhan sel-sel tidak normal dan tidak terkendali.

Inilah kemudian yang menjadi momok di keluarga saya. Penanganan kanker secara medis dinilai ‘aneh-aneh’. Padahal, kanker yang tidak segera ditangani akan menghancurkan organ tubuh lain di sekitarnya. Bukan hal aneh jika kanker sudah menjalar kemana-mana, maka organ tubuh lain yang terkena ‘imbasnya’ juga ikut di ‘eksekusi’.

Hal ini pula yang membuat bulik saya takut periksa ke dokter. Dia lebih memilih untuk pengobatan alternatif. Saat menjalani pengobatan alternatif, kanker sudah menjalar ke organ tubuh lain. Duh! Saya menyesal sampai sekarang, kenapa tidak bisa membujuknya melakukan tindakan medis, segera setelah kanker terdeteksi.

Padahal, kebanyakan kanker dapat diobati dan disembuhkan, terutama bila diketahui lebih dini dan pengobatan dimulai sejak awal. saat ini juga sudah ada pemeriksaan-pemeriksaan untuk melihat adanya sel yang abnormal sehingga potensi munculnya kanker dapat segera ditangani.

Imunoterapi, Harapan baru bagi penyitas kanker stadium lanjut

Bagaimana jika kanker terdeteksi setelah stadium lanjut? Jawabannya ada pada imunoterapi kanker.

Imunoterapi kanker adalah standar baru dalam pengobatan kanker yang bekerja dengan cara mengembalikan kemampuan sistem imun (sel T) di dalam tubuh pasien agar dapat melawan sel kanker.

Sel kanker memakai semacam kamuflase untuk mengelabui sistem imun sehingga terlihat seperti sel normal dan bisa terus tumbuh dan menyebar.

Bagaimana siklus imunitas kanker ini bekerja?

Pada kondisi normal, sistem imun tubuh berfungsi untuk mendeteksi dan menghancurkan sel “asing” atau abnormal dalam tubuh dengan mengarahkan pasukan sel T.

Cara kerja sistem imun ini adalah mencari, memindai, kemudian menyingkirkan sel abnormal yang terdeteksi.

Untuk lebih detailnya, tubuh memiliki siklus imunitas melawan kanker yang terdiri dari 7 tahap. Berikut cara bekerja sel imunitas kanker dalam infografik.
Siklus imunitas kanker | sumber: kalahkankanker.com
Pelepasan antigen : proses ketika sel kanker mati, lalu melepaskan antigen. Pada dasarnya antigen adalah potongan protein kecil dari sel kanker

Antigen presentation : antigen diambil oleh antigen presentation cell (sel dendritik) untuk dibawa ke tempat pembuangan lokal di kelenjar getah bening.

Produksi dan aktivasi sel T : sel dendritik memberikan potongan antigen pada sel T sehingga terproduksi dan teraktivasi

Perjalanan sel T: sel T masuk ke pembuluh darah dan mencari sel kanker

Infiltrasi sel T ke tumor: menghancurkan dinding pertahanan tumor dan menembus masuk

Pengenalan kanker oleh sel T: sel T mengenali sel-sel kanker di dalam tumor

Sel T menghancurkan sel kanker: sel T akan melawan sel kanker dan akan meghancurkannya

Tapi, dari serangkaian siklus di atas, ada yang menghambat sistem sel imun (sel T) untuk menyerang dan menghancurkan sel kanker. Apa itu?

PD-L1: Kamuflase sel kanker untuk menghindari sistem imun

PD-L1 merupakan protein yang terdapat di permukaan sel kanker dan menjadi faktor penghalang (atau disebut immune checkpoint) dalam sistem imun di tubuh kita terhadap kanker.
Ketika berikatan dengan protein lain seperti B7.1 dan PD-1, protein PD-L1 akan menghambat proses pembentukan dan aktivasi pasukan sel T di kelenjar getah bening. Protein ini juga bisa menghalangi proses penghancuran sel kanker oleh sel T di dalam tumor.
Nah, Pengobatan imunoterapi kanker ini bertujuan mengembalikan fungsi sistem imun dengan cara memblokir ikatan PD-L1 dengan protein lain sehingga sel T dapat mengenali sel kanker dan menghancurkannya.
Sederhananya begini,
Imuno Sel kanker menggunakan semacam kamuflase untuk mengelabui sistem imun sehingga terlihat seperti sel normal dan dapat terus tumbuh dan menyebar. Kamuflase ini salah satunya disebabkan oleh protein PD-L1 yang terdapat di permukaan sel kanker. Imunoterapi kanker yang ada saat ini berupa obat yang berfungsi untuk menghalangi PD-L1, dan menguak kamuflase sel kanker terhadap sistem imun. Sehingga sistem imun dapat mengenali dan menghancurkan sel kanker.
Nah, Terapi kanker ini bekerja pada tahap pembentukan dan aktivasi pasukan sel T di kelenjar getah bening dan penghancuran sel kanker di dalam tumor. Beberapa contoh imunoterapi kanker yang telah dikembangkan antara lain anti PD-L1, anti PD-1, dan anti CTL4.
Yang perlu di lakukan dalam proses penyembuhan kanker adalah dengan melakukan pengobatan medis, segera setelah kanker terdeteksi. Kanker yang terdeteksi lebih awal, bisa disembuhkan. Untuk mendapatkan pengobatan ini, silakan menghubungi dokter untuk melakukan konsultasi lebih lanjut.
Sebagai referensi, sila mengunjungi website kalahkankanker.com. Dalam situs tersebut terdapat banyak informasi mengenai kanker dan cara pencegahannya. Selain itu, ada juga beberapa alamat support centre bagi para penyintas kanker.
Informasi seputar kanker ini sangat penting. Terutama untuk saya yang memiliki riwayat keluarga penderita kanker. Awareness dan tingkat melek masyarakat tentang kanker ini perlu diperluas. Apalagi, saat ini para ilmuan terus mencari inovasi pengobatan kanker. Ingat, kanker dapat diobati dan disembuhkan.









Referensi:

https://www.inews.id/lifestyle/health/mengenal-anti-pd-l1-imunoterapi-untuk-pengobatan-kanker-stadium-lanjut

https://kalahkankanker.com/kanker/fakta-kanker/

World Health Organisation. GLOBOCAN 2018. Indonesia Fact Sheets. https://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/populations/360- indonesia-fact-sheets.pdf

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Potret Sehat Indonesia dari Riskesdas 2018, dipublikasikan pada Jumat, 02 November 2018. http://www.depkes.go.id/article/view/18110200003/potret- sehat-indonesia-dari-riskesdas-2018.html

https://kalahkankanker.com/imunoterapikanker/

Kapok Belajar Ilmu Parenting?

12 komentar


“Itu lo dek ibuk, yang sukanya marah-marah” begitu kata mas Zafran saat adiknya nyari Ibunya.

Sayapun tersenyum kecut. Ternyata satu kata itu yang selama ini ngendon di pikiran mas Zafran. Ibuk, yang sukanya marah-marah.

Saya sadar, tiap kali mau marah, kadang sudah di tahan sampai kepala berasa pening. Tapi memang seringkali jebol juga. Lalu menyesal. Dan berulang dengan pola yang sama. Duh, nak, ibukmu ini bisa apa sih masalah mengendalikan emosi.

Selama menjadi ibu rumah tangga, entah berapa kali saya merasa gagal menjadi ibu yang baik. Membaca buku-buku parenting, follow akun-akun pengasuhan, ikut kuwap tentang parenting.

Apakah ini membantu saya menjadi lebih baik? Tidak juga. Apakah saya berhasil merespon tindakan si masnya dengan benar? Belum. Masih banyak failed-nya. Ternyata apa yang saya pelajari tadi tak lantas membuat saya menjadi ibu yang unyu-unyu nan menggemaskan seperti di akun-akun para influencer.

Pengalaman 'gagal' menjadi ibu

Pernah seseorang berkata “Sudah dijalanin saja, toh orang dulu juga begitu, semua baik-baik saja”. lalu dalam hati saya “Lah, belajar aja masih banyak kelirunya, apalagi gak”.

Suatu kali saya pernah dalam posisi ‘over dosis’ ilmu parenting. Setelah ngobrol dengan suami tentang ini itu. Saya disuruh puasa belajar. Hahahaha. Kenapa?! ya karena gak semua cocok buat dipraktekin. Dibaca lalu spaneng kalau gak sesuai espektasi. Jadinya malah ribet dan riweh sendiri.

Apalagi kalau sudah pakai ilmu perbandingan. Bandingin sana sini, kok mereka sudah bisa, saya belum. Kok begini, kenapa begitu. Lalu pusing sendiri.

Nah, ini adalah salah satu peristiwa yang membuat saya merasa gagal menjadi ibu yang baik nan mempesona di mata anak.

Suatu hari, mas Zafran mau ikut observasi masuk SD. Anak sulung saya ini memang spesial kok. Dia termasuk anak yang cepat belajar menurut saya. Tapi ya gitu, untuk tune in di lingkungan baru, membutuhkan waktu.

Saat mau masuk, dia ngambek. Nangis. Saya berusaha menjelaskan bagaimana kondisi di dalam. Misalnya, tesnya gak sulit, teman-temannya juga banyak, bu guru bisa bantu kalau gak bisa kerjakan dan lain-lain. Sembari saya menahan emosi.

Meskipun akhirnya meledak juga emosi saya karena sudah 15 menit dan dia kekeh gak mau masuk. Ya Allah apa salah saya kok anaknya masih begini.

Lalu, setelah beberapa menit, akhirnya dia mau masuk asal saya masuk. Untung gurunya memperbolehkan. Saya tunggu di belakang meja. Sesekali dia nengok ke belakang dan bertanya jawaban. Saya bilang

“Menurutmu yang mana?”

“Ini”

“Iya”

Padahal jawabannya salah. Hehehe… Saya biarkan memang, semampuya dia.

Setelah mengerjakan beberapa soal, dia sudah mulai ‘enjoy’ dengan apa yang dikerjakan. Saya pun ijin keluar, dan dia setuju.

Mas Zafran ini memang sejak kecil adaptasinya butuh waktu. Saat masuk sekolah pertama kali, dia juga menangis. Dan butuh beberapa waktu untuk ‘membujuknya’ masuk. Bahkan, saat pergi ke rumah mertua, dia nangis kejer di depan rumah gak mau masuk dong. Sampai saya malu sendiri.

Saat itu usianya baru 2 tahun. Saya pikir, kondisi ini akan hilang setelah bertambahnya usia. Tapi ternyata tidak.

Saya mulai mengingat ingat apa yang salah dalam pengasuhan yang selama ini saya lakukan. Kemudian saya nemulah salah satu tulisan di blognya mbak Grace Melia. Selain Blogger, Mbak Grace ini juga telah mendapatkan Certified CBT Practitioner. Seorang Play Teraphy.

Di salah satu blognya dia menuliskan skema ini.


Jadi, komunikasi itu tidak hanya pada bahasa verbal. Justru, cara ini menempati posisi terakhir setelah body language dan voice tone.

Jadi meskipun secara verbal kita sudah menahan diri, tapi gestur masih ckckcckkc… atau hadeh… atau duh kah!. Yang berarti, cepet dong, aduh, kok salah lagi sih, buruan…

Maka yang tersampaikan di anak juga seperti itu. Mereka barangkali tidak PD dengan lingkungan baru karena takut salah. Takut gak bisa cepet selesai, takut kalau diomelin dll.

Ini bener-bener jleb di saya. Memang kadang, mulut bisa diam meskipun kepala sudah nyut-nyutan. Tapi gestur tak bisa bohong. Seperti kalau saya lagi nahan marah biasanya ambil nafas panjang sambil heh….!!! Tak lupa mimik wajah lion king lagi laper Wkwkwkwk… Nahan gak ngomel tapi malah berakibat fatal.

Baiklah, oke, fine!

Gak ada kata terlambat untuk belajar. Jadi, semoga bisa mempraktekkan ini lebih baik lagi. Mulut, body language dan voice tone musti seragam.

Kalau mulut udah bisa dijaga, body language musti ditata. Voice tone gak boleh sumbang kemana mana. Mbak Berta mungkin bisa soal ini hahaha.

Apakah saya kapok belajar ilmu parenting?

Saya kira jawabannya akan iya dan tidak. Saya yakin, hal baik apapun kalau dilakukan secara berlebihan, hasilnya juga gak bagus. Jadi, sesuaikan saja sesuai dengan karakter anak. Saya yang punya kendali, ini anak mau diapain.

Setiap Ibu dan anak punya karakteristik tersendiri. Cocok dengan ide pengasuhan di buku The Danies Way of Parenting, oke oke saja. Atau model pengasuhan berbasis montesori. Tidak ada yang salah atau benar. Yang pasti, semua ibu pasti belajar. Dengan media apapun. Dan anak adalah pembelajar sejati. Mari saling melengkapi.

Kalau butuh ‘istirahat’ belajar ya santuy saja. Bahkan kalau harus ‘berhenti’ sejenak untuk tidak bersentuhan dengan tetek bengek parenting juga sah sah saja. Ibu yang sempurna adalah ibu yang tahu kalau dia tidak akan pernah sempurna. Assseeeekkk.

Buibu, kalau marah, pake body language apa? voice tone dimulai dari kunci apa? C? D? capek deh? Selamat belajar. Luv u.










Menghadapi Fase Terrible Two Si Kecil

Tidak ada komentar


Bulan depan, anak kedua saya, Inara, genap dua tahun. Sudah mulai pinter kalau punya keinginan. Maunya ini itu. kalau tak cocok, atau saya salah mengartikan keinginannya, nangis dah tu. Tantrum is my middle name. Begitu sepertinya tagline hidup Inara sekarang.

Ditambah lagi, saya sudah mulai menyapih. Ini juga lagi dilatih toilet training. Wow sekali momentnya. Ditunggu ya tulisan tentang ini. J

Nah, ternyata, ini adalah fase yang lumrah terjadi pada anak-anak. Namanya, terrible two. Fase yang biasa terjadi pada anak usia 2 tahun. Bisa kurang atau lebih.

Menurut psikolog anak Wikan Putri Larasati MPsi, yang saya kutip dari Hai Bunda, “Biasanya diberi istilah demikian karena pada usia ini anak memiliki karakteristik umum. Seperti sering berkata ‘tidak’ karena dia nggak mau menurut kata orang tua. Lebih sering marah terkadang sampai temper tantrum, memaksakan keinginnanya, dan sebagainya”.

Pinteret.com


Oke baiq nak.. let’s make it easy for us

Masih menurut Wikan, dalam fase ini anak usia 2 tahun dipengaruhi oleh tugas perkembangan yaitu autonom. Maksudnya, pada usia ini anak-anak sedang belajar mengontrol segala sesuatunya sendiri dan tidak lagi bergantung pada orang lain seperti pada fase sebelumnya yaitu bayi.

Lalu, apa yang saya lakukan saat ini bocah mulai bertingkah?

1. Sabar

Begitu kata banyak artikel. Ya, ini memang wajib sih dilakukan pada fase apapun. Orang tua musti punya banyak stok sabar.

Nah, sebagai IRT Full-time, mengatur emosi butuh trik khusus. Apalagi tanpa bantuan ART. Kenapa? kalau anak lagi marah tantrum misalnya, saya tidak bisa ‘berganti peran’ dengan orang lain. Harusnya ini dilakukan untuk meredakan sejenak emosi saya. Tapi karena tidak ada orang dewasa lain, saya minta tolong masnya. Mas Zafran (6). Saya baru bisa berganti peran saat weekend, atau kalau si ayah gak pulang malem.

Kadang, masnya yang peluk saat dia nangis. Sambil dielus. Seringnya diem, tapi kadang gak mau juga. Atau masnya lagi gak mood buat jadi guardian angel.

Tapi ya bagaimanapun yang namanya sabar itu ada latihannya ya. bukan ada batasnya J


2. Modifikasi pilihan

Sekarang, kalau disuruh apa-apa, bilangnya selalu emoh. Kalau diberi pilihan iya atau tidak, dia bilang tidak. Padahal, posisi kata ‘iya’ sudah ada di belakang. Biasanya kan anak kecil kalau dikasih pilihan, milihnya kata yang dibelakang kan ya. Etapi ini anak punya pilihan cadangan. Enggak.

“Adik mau maem?”

“Nggak”

Cara lain

“Adik mau maem sama nasi apa mi?”

“Nggak”

Model baru

“Dik, temenin kucing maem yuk?”

“Ayo” tapi tetap gak mau maem, jadi cuma liatin kucing maem

Baaaaaiiiiqqqqqqqqqq. Kembali ke aturan no 1. Sabar.

3. Ajak ngobrol

Saya memang sudah terbiasa ngajak ngobrol anak. Sejak dia masih bayi. Ya memang belum ngerti. Tapi saya yakin dia paham kok. Memorinya akan diputar ulang saat dia sudah bisa mengungkapkan keinginan.

Seperti misalnya saat Inara bilang “atut obil” sambil mojok di kamar ketakutan sambil menangis. Awalnya saya gak tahu itu kenapa. Ternyata, dia takut suara mobil yang di gas kenceng. ini sama seperti masnya waktu kecil. Suka takut sama suara kenceng.

Jadi kalau pas ada mobil lewat, saya bilang “Gak apa-apa dik, itu cuma mobil lewat, nanti juga ilang”. Sekarang, dia gak takut banget sampai lari ke kamar buat ngumpet.

Ngobrol sama anak kecil itu susah susah seneng. Gak perlu cari topik yang gimana gimana biar bisa tune in. Beda kalau lagi ngobrol sama suami.


4. Alihkan perhatian

Biasanya, kalau anak lagi rewel di jam tidur, saya gendong sambil jalan-jalan. Ini pilihan terakhir kalau saat di tempat tidur, setelah minum susu, dia masih punya tenaga kuda buat lari sana sini. Biasanya dia bakal rewel. Minta ini dan itu tapi tidak jelas. Bilang mau tidur tapi sambil lari-lari dan nangis.

Jadi, biasanya saya alihkan perhatiannya ke kucing. Atau corat coret pakai krayon. Setelah tenaganya habis, dan dia tidak bisa mengontrol rasa kantuk, doi bakal tidur sendiri.

Jadi, saya musti hafal jadwal tidurnya. kalau memang sedang rewel dan belum jam tidur, kembali ke 
aturan no 1. Sabar.

Cara-cara di atas bisa jadi nggak memberikan efek berarti buat buibu dirumah. Gak apa-apa, tiap anak punya cara masing-masing untuk menyelesaikan masalah hidupnya. Saya hanya perlu mengamati dan terus belajar memahami saja. kalau sudah bisa ‘klik’, biasanya bakal lebih santai.

Ah, semoga fase begini gak lama ya dik. Nanti bisa nambah pinternya. Kalau buibu anaknya lagi di fase apa? sharing dong…